Tujuh Tradisi Dalam Teori Komunikasi
Prof. Robert Craig dari Komunikasi, Universitas Colorado berusaha
menggambarkan secara teoristis sebuah komunikasi kedalam bentuk lanskap.
Craig beranggapan bahwa teori komunikasi, adalah suatu disiplin yang
praktis yang didasari oleh kehidupan yang nyata dengan masalah sehari –
hari melalui praktek komunikasi. Craig menjelaskan bahwa semua
teori-teori komunikasi yang relevan dengan kehidupan dunia praktis yang
umum di mana komunikasi sudah menjadi istilah yang memiliki banyak
makna.
Dia mengidentifikasi tujuh tradisi teori komunikasi. Beberapa
pendekatan yang bersifat aktual, yang biasa digunakan oleh para peneliti
untuk mempelajari pelatihan dan masalah komunikasi. Craig mengatakan
bahwa komunikasi merupakan proses primer menyangkut pengalaman kehidupan
manusia, yaitu bahwa komunikasi membentuk kenyataan. Bagaimana kita
mengkomunikasikan pengalaman kita justru membentuk pengalaman kita.
Banyaknya bentuk pengalaman terbentuk dari banyaknya bentuk komunikasi.
Maksud kita pun berubah dari satu kelompok ke kelompok lainnya, dari
satu latar belakang ke latar belakang lainnya, dari satu periode waktu
ke periode waktu lainnya. Hal tersebut disebabkan oleh karakteristik
komunikasi itu sendiri yang bergerak dinamis.
Berikut adalah tujuh tradisi dalam kajian teori komunikasi menurut Prof. Robert Craig, antara lain:
1. Tradisi Cybernetic (Tradisi Sibernetika)
Komunikasi sebagai Pengolahan Informasi
Teori ini memandang komunikasi sebagai suatu sistem dimana berbagai
elemen yang terdapat di dalamnya saling berinteraksi dan saling
mempengaruhi satu sama lain. Dalam hal ini komunikasi sebagai proses
informasi dan masalah yang banyak dihubungkan dengan keramaian,
kelebihan beban, dan malfungsi. Tradisi ini berkaitan dengan proses
pembuatan keputusan. Sistem ini bersifat terbuka, sehingga perkembangan
dan dinamika yang terjadi dilingkungan akan diproses didalam internal
sistem. Sibernetika digunakan dalam topik-topik tentang diri individu,
percakapan, hubungan interpersonal, kelompok, organisasi, media, budaya
dan masyarakat.
Tradisi ini juga nampak paling masuk akal ketika muncul isu tentang
otak dan pikiran, rasionalitas, dan sistem-sistem kompleks. Teori
informasi berada dalam kontek ini. Demikian pula konsep feedback menjadi
penting dalam hal ini. Perkembangannya dapat pula disebut teori-teori
yang dikembangkan dari teori informasi seperti yang dilakukan Charles
Berger untuk komunikasi antar personal dan Guddykunt untuk komunikasi
antar budaya.
Contoh lain adalah proses pembuatan kebijakan publik oleh lembaga
pemerintahan dimana tradisi cybernetic dapat menjelaskan. Terdapat
proses sosialisasi untuk mendapatkan feedback dari publik sebelum suatu
kebijakan ditetapkan secara permanen.
Ilmuan dari MIT, Norbert Wiener menggunakan kata Cybernet untuk
mendiskripsikan bidang intelektual yang bersifat semu. Tidak bisa
dipungkiri tradisi cybernetic yang berangkat dari Norbert Wiener ini dan
dikombinasikan dengan Shannon – Wiever menjadi penting sebagai salah
satu tradisi dalam kajian komunikasi. Beberapa tokoh penting disini
adalah Wiener, Shannon-Weaver, Charles Berger, Guddykunts, Karl Deutch,
dan sebagainya.
Dalam tradisi cybernetic terdapat beberapa varian, diantaranya:
a). Basic System Theory, ini adalah format dasar.
Pendekatan ini melukiskan seperti sebuah struktur yang nyata dan bisa
di analisa dan diamati dari luar.
b). General System Theory, sistem ini menggunakan prinsip
untuk melihat bagaimana sesuatu pada banyak bidang yang berbeda menjadi
selaras antara satu dengan yang lain.
c). Second Order Cybernetic, dikembangkan sebagai sebuah alternative dari dua tradisi Cybernetic sebelumnya.
2. The Rhetorical Tradition (Tradisi Retorika)
Komunikasi Sebagai Seni Berbicara di Depan Publik
Retorika atau dalam bahasa Inggris rhetoric, bersumber dari perkataan latin Rhetorica
yang berarti ilmu bicara. Cleanth Brooks dan Robert Penn Warren dalam
bukunya “Modern Rhetoric” mendefinisikan retorika sebagai the art of
using language effectively atau seni penggunaan bahasa secara efektif.
Kedua pengertian itu menunjukkan bahwa retorika mempunyai pengertian
sempit: mengenai bicara, dan pengertian luas: penggunaan bahasa baik
lisan maupun tulisan. Oleh karena itu ada sementara orang yang
mengartikan retorika sebagai Public Speaking atau pidato di depan umum;
banyak juga yang beranggapan bahwa retorika bukan saja berarti pidato di
depan umum, tetapi juga termasuk seni menulis.
Salah satu tokoh retorika pada zaman Yunani, adalah Aristoteles yang
sampai kini pendapatnya banyak dikutip. Berlainan dengan tokoh–tokoh
lainnya yang memandang retorika sebagai suatu seni. Aristoteles
memasukkannya sebagai bagian dari filsafat. Dalam bukunya “Retorika” dia
mengatakan: “Anda, para penulis retorika terutama menggelorakan emosi
ini memang baik, tetapi ucapan–ucapan anda lalu tidak dapat
dipertanggungjawabkan. Tujuan retorika yang sebenarnya, adalah
membuktikan maksud pembicaraan atau menampakkan pembuktiannya. Ini
terdapat pada logika. Retorika hanya menimbulkan perasaan pada suatu
ketika, kendatipun lebih efektif daripada silogisme. Pernyataan yang
menjadi pokok bagi logika dan juga bagi retorika akan benar, bila telah
di uji oleh dasar-dasar logika”. Demikian Aristoteles, selanjutnya ia
berkata bahwa keindahan bahasa hanya dipergunakan untuk empat hal, yaitu
yang bersifat:
- Membenarkan (corrective)
- Memerintah (instructive)
- Mendorong (suggestive)
- Mempertahankan (devensive)
Dalam membedakan bagian-bagian struktur pidato, Aristoteles hanya
membaginya menjadi tiga bagian, yakni pendahuluan, badan,dan kesimpulan.
Bagi Aristoteles, retorika adalah the art of persuasion. Lalu ia
mengajarkan bahwa dalam retorika suatu uraian harus singkat, jelas, dan
meyakinkan.
Tradisi retorika memberi perhatian pada aspek proses pembuatan pesan
atau simbol. Prinsip utama disini adalah bagaimana menggunakan simbol
yang tepat dalam menyampaikan maksud. Dalam media berkaitan dengan
proses pembuatan kebijakan keredaksian, merancang program acara,
penentuan grafis. Prinsip bahwa pesan yang tepat akan dapat mencapai
maksud komunikator. Kemampuan dalam merancang pesan yang memadai menjadi
perhatian yang penting dalam kajian komunikasi. Faktor-faktor nilai,
ideologi, budaya, dan sebagainya yang hidup dalam suatu organisasi media
atau dalam diri individu merupakan faktor yang menentukan dalam proses
pembuatan pesan. Bahwa pesan dihasilkan melalui proses yang melibatkan
nilai-nilai, kepentingan, pandangan hidup tertentu dari manusia yang
menghasilkan pesan.
Tradisi retorika dapat menjelaskan baik dalam kontek komunikasi antar
personal maupun komunikasi massa. Sepanjang memberi perhatian terhadap
bagaimana proses-proses merancang isi pesan yang memadai sehingga proses
komunikasi dapat berlangsung secara efektif.
Daya tarik logis dan emosional menjadi ciri khusus teori-teori
retorika. Tradisi ini memandang bahwa aktivitas seorang komunikator
diatur oleh seni dan metode. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa kita
itu sangat kuat dan berkuasa. Karena itulah, informasi memang penting
dalam pembuatan keputusan sehingga komunikasi dapat dievaluasi dan
diperbaiki. Adapun varian dari tradisi ini dapat dibagi menajdi beberapa
era yaitu:
1). Era klasik, dimana terjadi pertarungan antara dua
aliran, yaitu sophis dan filosof yang mana aliran sophis beranggapan
bagaimana kita dapat berargumen untuk memenangkan suatu perkara melalui
retorika tidak peduli apakah itu benar atau tidak dan berlawanan dengan
aliran filosif yang menganggap bahwa Retorika hanya digunakan untuk
berdialog untuk mendapatkan kebenaran yang absolute.
2). Era Abad pertengahan, dimana studi tentang retorika
berfokus pada pengaturan gaya, namun retorika pada abad pertengahan
dicela sebab dianggap sebagai ilmu kaum penyembah berhala dan tidak
perlu dipelajari sebab agama Kristen dapat memperlihatkan kebenarannya
sendiri.
3). Era Renaissance, dimana masa ini dianggap sebagai kelahiran kembali retorika sebagai suatu seni.
4). Masa Pencerahan, dimana retorika menjadi sarana untuk
menyampaikan suatu kebenaran. Hal ini menjadikan retorika kembali
menjadi citra yang baik seperti saat ini.
5). Era Kontemporer, era ini ditandai dengan pemanfaatan
media massa untuk menyampaikan suatu pesan baik secara verbal maupun
visual pada media massa.
6). Postmodernisme, dimana aliran ini merupakan alternatif
yang dimulai dari asumsi dan nilai- nilai acuan yang berbeda, untuk
menghasilkan suatu retorika yang berbeda pula.
3. Tradisi Semiotik
Komunikasi sebagai Proses Pertukaran Simbol
Komunikasi sebagai Proses Pertukaran Simbol
Semiotika (semiotics) berasal dari bahasa Yunani “semeion”,
yang berarti tanda. Tanda-tanda tersebut menyampaikan suatu informasi
sehingga bersifat komunikatif, mampu menggantikan suatu yang lain (stand
for something else) yang dapat dipikirkan atau dibayangkan (Broadbent,
1980). Ilmu yang mempelajari tentang tanda-tanda atau kode. Tanda –tanda
yang dimaksud, adalah segala sesuatu yang mewakili sesuatu yang
lainnya.
Tradisi ini memfokuskan pada tanda-tanda dan simbol-simbol.
Komunikasi dipandang sebagai sebuah jembatan utama kata-kata yang
bersifat pribadi. Tanda-tanda atau simbol-simbol yang ada mendatangkan
sesuatu yang mungkin dan tidak mungkin dibagi. Tradisi ini memang cocok
untuk memecahkan masalah, kesalahpahaman, dan respon-respon subyektif.
Tradisi ini juga banyak memperdebatkan bahasa yang meliputi tanda,
simbol, makna, referensi, kode, dan pemahaman. Contoh: suhu tubuh yang panas bahwa tubuh itu terkena infeksi.
Dalam Little John disebut secara lebih rinci landasan teoritis dari
kalangan ahli linguistik seperti Ferdinand de Saussure, Charles S.
Pearce, Noam Chomsky, Benjamin Whorlf, Roland Barthes, dan lainnya.
Mencoba membahas tentang hakekat simbol. Jadi terdapat banyak teori
komunikasi yang berangkat dari pembahasan seputar simbol. Keberadaan
simbol menjadi penting dalam menjelaskan fenomena komunikasi. Simbol
merupakan produk budaya suatu masyarakat untuk mengungkapkan ide-ide,
makna, dan nilai-nilai yang ada pada diri mereka. Mengkaji aspek ini
merupakan aspek yang penting dalam memahami komunikasi.Teori-teori
komunikasi yang berangkat dari tradisi semiotik menjadi bagian yang
penting untuk menjadi perhatian. Analisis-analisis tentang iklan, novel,
sinetron, film, lirik lagu, video klip, fotografi, dan semacamnya
menjadi penting.
Tradisi Semiotika itu sendiri terbagi atas tiga varian, yaitu:
- Semantic (bahasa), merujuk pada bagaimana hubungan antara tanda dengan objeknya atau tentang keberadaan dari tanda itu sendiri.
- Sintagmatic, atau kajian tentang hubungan antar tanda . Tanda hampir tidak dapat berdiri sendiri.
- Paradigmatic, yang melihat bagaimana sebuah tanda membedakan antara satu manusia dengan yang lain atau sebuah tanda bisa saja dimaknai berbeda oleh masing-masing orang sesuai dengan latar belakang budayanya.
Keunggulan semiotika terletak pada ide-ide tentang kebutuhan akan
bahasa umum dan identifikasinya tentang subyektifitas sebagai penghalang
untuk memahami. Selain itu, juga kesepakatan yang multi makna dari
simbol-simbol teori semiotika sering berseberangan dengan teori-teori
yang menyarankan bahwa kata-kata tersebut memiliki makna benar,
tanda-tanda yang menunjukkan obyek yang ada dan akhirnya dikatakan bahwa
bahasa itu netral.
4. The Socio – Cultural Tradition ( Tradisi Sosial – Budaya)
Komunikasi Sebagai Penciptaan dari Realitas Sosial
Tradisi sosial budaya berangkat dari kajian antropologi. Bahwa komunikasi berlangsung
dalam kontek budaya tertentu karenanya komunikasi dipengaruhi dan
kebudayaan suatu masyarakat. Media massa, atau individu ketika melakukan
aktivitas komunikasi ikut ditentukan faktor-faktor situasional
tertentu. Beberapa figur penting disini adalah James Lull, Geertz,
Erving Goffman, George H. Mead, dan sebagainya.
Teori sosiokultural lebih menekankan gagasan dan tertarik untuk
mempelajari pada cara bagaimana masyarakat secara bersama-sama
menciptakan realitas dari kelompok sosial, organisasi dan budaya mereka.
Sosiokultural digunakan dalam topik-topik tentang diri individu,
percakapan, kelompok, organisasi, media, budaya dan masyarakat.
Model ini menjadikan tatanan sosial sebagai pusatnya dan memandang
komunikasi sebagai perekat masyarakat. Tantangan dan permasalahan yang
dituju meliputi konflik, perebutan, dan kesalahan mengartikan. Dalam
rangka berargumentasi, para ilmuan dalam tradisi ini akan menggunakan
bahasa yang mencirikan unsur-unsur seperti masyarakat, struktur, ritual,
peraturan dan budaya. Tradisi ini juga sependapat dengan pemisahan
interaksi manusia dari struktur sosial.
Pendekatan interaksi simbolik, konstruktivisme merupakan hal yang
penting disini. Interaksi simbolik menekankan pada bagaimana manusia
aktif melakukan pemaknaan terhadap realitas yang dihadapi. Hal ini dapat
membantu menjelaskan dalam proses komunikasi antar personal. Sedangkan
konstruktivisme menekankan pada proses pembentukan realitas secara
simbolik. Maka komunikasi baik bermedia maupun antar pribadi
sesungguhnya dapat dilihat sebagai proses pembentukan realitas. Adapun
varian dari tradisi ini adalah:
- Interaksi symbolic, merupakan hal yang sangat berpengaruh dalam ilmu sosiologi oleh George Herbert Mead dan Z Herbert Blumer yang menekankan pentingnya pengamatan dalam studi komunikasi sebagai cara untuk dari menyelidiki hubungan sosial.
- Konstruksi Sosial, pada cabang ini menginvestigasi bagaimana pengetahuan manusia dikonstruksi melalui interaksi sosial.
- Sosial Linguistik, Ludwig Wittgenstein seorang filosof Jerman bahwa arti dari bahasa tergantung pada penggunaannya.
5. The Critical Tradition (Tradisi Kritis)
Komunikasi Sebagai Hasil dari Perefleksian Sebuah Wacana.
Tradisi ini berangkat dari asumi teori-teori kritis yang
memperhatikan terdapatnya kesenjangan di dalam masyarakat. Proses
komunikasi dilihat dari sudut kritis. Bahwa komunikasi disatu sisi telah
ditandai dengan proses dominasi oleh kelompok yang kuat atas kelompok
masyarakat yang lemah. Pada sisi lain, aktifitas komunikasi mestinya
menjadi proses artikulasi bagi kepentingan kelompok masyarakat yang
lemah. Tradisi ini dapat menjelaskan baik lingkup komunikasi antar
personal maupun komunikasi bermedia. Tradisi ini tampak kental dengan
pembelaan terhadap kalangan yang lemah. Komunikasi diharapkan berperan
dalam proses transformasi masyarakat yang lemah.
Dalam teori kritis secara konsisten terdapat tiga ciri masyarakat kontemporer
a). Kontrol bahasa untuk mengabadikan ketidakseimbangan kekuatan.
b). Peran media massa dalam menumpulkan kepekaan terhadap penindasan.
c). Blind ketergantungan pada metode ilmiah dan penerimaan tidak kritis.
a). Kontrol bahasa untuk mengabadikan ketidakseimbangan kekuatan.
b). Peran media massa dalam menumpulkan kepekaan terhadap penindasan.
c). Blind ketergantungan pada metode ilmiah dan penerimaan tidak kritis.
Beberapa figur penting dapat disebut seperti Noam Chomsky, Herbert
Schiller, Ben Bagdikian, C. Wright Mills, dan sebagainya yang pemikiran
mereka menyoroti tentang media. Varian dari Tradisi ini adalah :
1. Marxisme, merupakan peletak dasar dari tradisi kritis ini . Marx mengajarkan bahwa ekonomi merupakan dasar dari segala struktur sosial.
2. Kritik Politik ekonomi, pandangan ini merupakan
revisi terhadap Marxisme yang dinilai terlalu menyederhanakan realitas
kedalam dua kubu yaitu kalangan penguasa dan kalangan tertindas
berdasarkan kepentingan ekonomi.
3. Aliran Frankfurt, memperkenalkan
bahwa aliran kritis mampu menawarkan suatu interkoneksi dan pengujian
yang menyeluruh tentang perubahan bentuk dari masyarakat, kultur
ekonomi, dan kesadaran.
4. Posmodernisme, ditandai dengan sifat
relativitas, tidak ada standarisasi nilai, menolak pengetahuan yang
sudah jadi dan dianggap sebagai sesuatu yang sakral.
5. Cultural studies, memusatkan pada perubahan sosial dari tempat yang menguntungkan dari kultur itu sendiri.
6. Post strukturalis, yakni pandangan yang memandang realitas merupakan sesuatu yang komplek dan selalu dalam proses sedang menjadi.
7. Post Colonial, mengacu pada semua kultur yang dipengaruhi oleh proses imperial dari masa penjajahan sampai saat ini.
Kelompok teori-teori dalam tradisi ini cenderung komunikasi sebagai
suatu tatanan sosial yang menyangkut kekuasaan dan penindasan.
Teori-teori kritis menanggapi permasalahan tentang ideologi, kekuasaan,
dan dominasi. Wacana kritis meliputi ideologi, dialektika, penindasan,
kebangkitan kesadaran, resistansi, dan emansipasi. Tradisi ini mendorong
pendekatan kepada teori yang meliputi mengekalkan kekuasaan diri
sendiri, nilai kebebasan antara kemerdekaan dan persamaan, dan
pentingnya diskusi.
6. The Phenomenological Tradition (Tradisi Fenomenologi)
Komunikasi sebagai Pengalaman Diri Melalui Dialog
Tradisi fenomenologi ini berkonsentrasi pada pengalaman pribadi
termasuk bagian individu-individu yang ada saling memberikan pengalaman
satu sama lainnya. Komunikasi dipandang sebagai proses berbagi
pengalaman antar individu melalui dialog. Hubungan baik antar individu
mendapat kedudukan yang tinggi dalam tradisi ini. Dan hal ini pula yang
kemudian diadobsi secara teoritis untuk menanggapi
permasalahan-permasalahan yang timbul yang mengakibatkan terkikisnya
hubungan yang sudah kuat.
Inti tradisi fenomenologi adalah mengamati kehidupan dalam keseharian
dalam suasana yang alamiah. Tradisi fenomenologi dapat menjelaskan
tentang khalayak dalam berinteraksi dengan media. Demikian pula
bagaimana proses yang berlangsung dalam diri khalayak. Beberapa figur
penting disini adalah James Lull, Ien Ang, dan sebagainya. Kajian
tentang proses resepti (reception studies) yang berlangsung
dalam diri khalayak menjadi penting. Maka proses resepsi sangat
ditentukan oleh factor nilai-nilai yang hidup dalam diri khalayak
tersebut. Pendekatan etnografi komunikasi menjadi penting diterapkan
dalam tradisi ini. Adapun varian dari tradisi Fenomonologi ini, adalah:
1. Fenomonelogi Klasik, dipelopori oleh Edmund Husserl
penemu Fenomenologi Modern Husserl percaya kebenaran hanya bisa
didapatkan melalui pengarahan pengalaman, tapi kita harus bagaimana
pengalaman kita bekerja. Dengan kata lain kesadaran akan pengalaman dari
setiap individu.
2. Fenomenologi Persepsi, berlawanan dengan Husser yang membatasi fenomenologi pada objektivitas.
3. Fenomenologi Hermeneutik, aliran ini selalu
dihubungkan dengan Martin Heidegger dengan landasan filosofis yang juga
biasa disebut dengan Hermeneutic of dasein yang berarti suatu
“interpretasi untuk menjadi”.
7. The Ethical Tradition (Tradisi Sosio Psikologi)
Komunikasi Sebagai Proses Interaksi Masyarakat yang Menguntungkan
a). Kita pembela kebenaran, akurasi, kejujuran, dan akal begitu penting bagi integritas komunikasi.
b). Kita menerima tanggung jawab jangka pendek dan panjang tentang
konsekuensi komunikasi kita sendiri dan mengharapkan hal yang sama dari
orang lain.
c). Kita berusaha keras untuk memahami dan menghormati komunikator
lain sebelum mengevaluasi dan menanggapi pesan-pesan mereka.
Pertama, sosiopsikologi yang memandang individu sebagai makhluk
sosial. Tradisi Sosiopsikologi memberikan perhatiannya antara lain pada
perilaku individu, pengaruh, kepribadian dan sifat individu atau
bagaimana individu melakukan persepsi. Sosiopsikologi digunakan dalam
topik-topik tentang diri individu, pesan, percakapan, hubungan
interpersonal,
kelompok, organisasi, media, budaya dan masyarakat.
Berangkat dari Ilmu Psikologi terutama aliran behavioral. perhatian
pada perubahan sikap (attitude). Hubungan media dan khalayak tentunya
akan menyebabkan terjadinya perubahan sikap. Media menjadi stimulus dari
luar diri khalayak yang akan menyebabkan terjadinya perubahan sikap.
Kasus lain seperti komunikasi persuasi. Pengaruh komunikator terhadap
perubahan sikap khalayak.
Teori-teori yang berangkat dari psikologi sosial ini juga dapat
menjelaskan tentang proses-proses yang berlangsung dalam diri manusia
dalam proses komunikasi yakni ketika proses membuat pesan dan proses
memahami pesan. Manusia dalam proses menghasilkan pesan melibatkan
proses yang berlangsung secara internal dalam diri manusia seperti
proses berfikir, pembuatan keputusan, sampai dengan proses menggunakan
simbol. Demikian pula dalam proses memahami pesan yang diterima, manusia
juga menggunakan proses psikologis seperti berpikir, memahami,
menggunakan ingatan jangka pendek dan panjang hingga membuat suatu
pemaknaan. Pendekatan psikologi sosial memberi perhatian terhadap aspek
diri manusia. Beberapa konsep penting disini dapat disebutkan seperti
judgement, prejudice, anxienty, dan sebagainya.
Adapun Varian dari Tradisi ini adalah:
- Behavioral, adalah kepada hubungan apa yang kita katakan dan apa yang kita lakukan.
- Koginitif, cabang ini cukup banyak digunakan saat ini berpusat pada pola pemikiran cabang ini berkonsentrasi pada bagaimana individu memperoleh, menyimpan dan memproses informasi dengan cara yang arah tingkah laku yang keluar.
- Biological, cabang ini berupaya mempelajari manusia dari sisi biologikalnya.
Just
Thanks For :
Semoga
bermanfaat. . .
Silahkan
kunjungi blog Gallery Foto saya, dengan link dibawah ini :
Best Regard,
Shandry Fadlyka