Teori 'Peluru' atau Jarum Hipodermik
Pada umumnya khalayak dianggap hanya sekumpulan orang yang homogen dan mudah dipengaruhi. Sehingga, pesan-pesan yang disampaikan pada mereka akan selalu diterima. Fenomena tersebut melahirkan teori ilmu komunikasi yang dikenal dengan teori jarum suntik (Hypodermic Needle Theory). Teori ini menganggap media massa memiliki kemampuan penuh dalam mempengaruhi seseorang. Media massa sangat perkasa dengan efek yang langsung pada masyarakat. Khalayak dianggap pasif terhadap pesan media yang disampaikan. Teori ini dikenal juga dengan teori peluru, bila komunikator dalam hal ini media massa menembakan peluru yakni pesan kepada khalayak, dengan mudah khalayak menerima pesan yang disampaikan media. Teori ini makin powerfull ketika siaran radio Orson Welles (1938) menyiarkan tentang invansi makhluk dari planet mars menyebabkan ribuan orang di Amerika Serikat panik.
Teori ini berkembang di sekitar tahun 1930 hingga
1940an. Teori ini mengasumsikan bahwa komunikator yakni media massa digambarkan
lebih pintar dan juga lebih segalanya dari audience.
Teori ini memiliki banyak istilah lain. Biasa kita
sebut Hypodermic needle (teori jarum suntik), Bullet Theory (teori peluru)
transmition belt theory (teori sabuk transmisi). Dari beberapa istilah lain
dari teori ini dapat kita tarik satu makna , yakni penyampaian pesannya hanya
satu arah dan juga mempunyai efek yang sangat kuat terhadap komunikan.
Pengertian
Istilah model jarum hipodermik dalam
komunikasi massa diartikan sebagai media massa yang dapat menimbulkan efek yang
kuat, langsung, terarah,dan segera. Efek yang segera dan langsung itu sejalan dengan pengertian
Stimulus-Respon yang mulai dikenal sejak penelitian dalam psikologi tahun
1930-an.
Model jarum suntik pada dasarnya
adalah aliran satu tahap (one step flow), yaitu media massa langsung
kepada khalayak sebagai mass audiance.
Model ini mengasumsikan media massa secara langsung, cepat, dan mempunyai efek yang amat
kuat atas mass audiance. Media massa
ini sepadan dengan teori Stimulus-Response
(S-R) yang mekanistis dan sering digunakan pada penelitian psikologi antara
tahun 1930 dan 1940. Teori S-R mengajarkan, setiap stimulus akan menghasilkan
respons secara spontan dan otomatis seperti gerak refleks. Seperti bila tangan
kita terkena percikan api (S) maka secara spontan, otomatis dan reflektif kita
akan menyentakkan tangan kita (R) sebagai tanggapan yang berupa gerakkan
menghindar. Tanggapan di dalam contoh tersebut sangat mekanistis dan otomatis,
tanpa menunggu perintah dari otak.
Teori peluru atau jarum hipodermik mengansumsikan bahwa media memiliki kekuatan yang sangat
perkasa dan komunikan dianggap pasif atau tidak tahu apa-apa. Teori ini
mengansumsikan bahwa seorang komunikator dapat menembakkan peluru komunikasi
yang begitu ajaib kepada khalayak yang tidak berdaya (pasif).
Konseptualisasi.
Model ini muncul selama dan setelah Perang Dunia I. Dalam bentuk
eksperimen, penelitian dengan model ini dilakukan Hovland dkk, untuk
meneliti pengaruh propaganda sekutu dalam mengubah sikap. Boleh
dikatakan inilah model penelitian komunikasi yang paling tua (tetapi,
anehnya sangat populer di Indonesia). Model ini mempunyai asumsi bahwa
komponen-komponen komunikasi (komunikator, pesan, media) amat perkasa
dalam mempengaruhi komunikasi. Disebut model jarum hipodermik karena
dalam model ini dikesankan seakan-akan komunikasi “disuntikan” langsung
ke dalam jiwa komunikan. Sebagaimana obat disimpan dan disebarkan dalam
tubuh sehingga terjadi perubahan dalam sistem fisik, begitu pula
pesan-pesan persuasif mengubah sistem psikologis. Model ini sering juga
disebut “bullet theory” (teori peluru) karena komunikasn dianggap secara
pasif menerima berondongan pesan-pesan komunikasi. Bila kita
menggunakan komunikator yang tepat, psan yang baik, atau media yang
benar, komunikan dapat diarahkan sekehendak kita. Karena behaviorisme
sangat mempengaruhi model ini, Defleur menyebutnya sebagai “the
mechanistic S-R theory” (Defleur, 1970).walaupun sejak tahun 1950-an
model ini sudah ditinggalkan di kalangan peneliti komunikasi, pada
masyarakat awam asumsi-asumsinya masih diyakini orang.
Pemerintah-pemerintah ditaktor masih senang mengendalikan media massa,
tokoh-tokoh agama masih melarang penyebaran buku, dan orang-orang tua
masih kuatir akan pengaruh film pada anak-anaknya. Karena itu kita masih
mencantumkan model ini.
Operasionalisasi.
Model jarum hipodermik telah diungkapkan terutama sekali dalam
penelitian-peneltian persuasi. Pada umumnya, model ini bersifat linier
dan satu arah. Model-model komunikasi dari Hovland, Janis dan Kelley
(1959), Berlo (1960), Grebner (1971) dapat digolongkan pada model jarum
hipodermis walaupun dinyatakan dengan berbagai versi. Dari model-model
tersebut diatas model ini dapat dilukiskan sebagai berikut:
Model Jarum Hipodermik
Model
ini umumnya diterapkan dalam penelitian eksperimental. Peneliti
memanipulasikan variabel-variabel komunikasi, kemudian mengukur
variabel-varabel antara dan efek. Variabel-variabel komunikator
ditunjukkan dengan kredibilitas, daya tarik dan kekuasaan.
Kredibilitas
terdiri dari dua unsur: keahlian dan kejujuran. Keahlian diukur dengan
sejauh mana komunikan menganggap komunikator mengetahui jawaban yang
“benar”, sedangkan kejujuran dioperasionalisasikan sebagai persepsi
komunikan tentang sejauh mana komunikator bersikap tidak memihak dalam
menyampaikan pesannya. Daya tarik di ukur dengan kesamaan, familiaritas
dan kesukaan. Kekuasaan (power) dioperasionalisasikan dengan tanggapan
komunikan tentang kemampuan komunikator untuk menghukum atau memberi
ganjaran (perceived control), kemampuan untuk memperhatikan apakah
komunikan tunduk atau tidak (preceived concern), dan kemampuan untuk
meneliti apakah komunikan tunduk atau tidak (preceived secrutiny).
Variabel
pesan terdiri dari struktur pesan, gaya pesan, appeals pesan. Struktur
pesan ditunjukkan dengan pola penyimpulan (tersirat atau tersurat), pola
urutan argumentasi (mana yang lebih dahulu, argumentasi yang disenangi
atau yang tidak disenangi), pola objektivitas (satu sisi atau dua sisi).
Gaya pesan menunjukkan variasi linguistik dalam penyampaian pesan
(perulangan, kemudahdimengertian, perbendaharaan kata). Appeals pesan
mengacu pada motif-motif psikologis yang di kandung pesan
(rasional-emosional, fear appeals, reward appeals).
Variabel
media boleh berupa media elektronik (radio, televisi, video,
taperecorder), media cetak (majalah, surat kabar, buletin), atau saluran
interpersonal (ceramah, diskusi, kontak, dan sebagainya). Variabel
antara ditunjukkan dengan perhatian dan pengertian (oleh McGuire disebut
receptivity factor, 1968) serta penerimaan (diurai McGuire ke dalam
yielding, retention, dan action). Dalam buku ini perhatian diukur dengan
sejauh mana komunikan menyadari adanya pesan, pengertian diukur dengan
sejauh mana komunikan memahami pesan; penerimaan dibatasi pada sejauh
mana komunikan menyetujui gagasan yang dikemukakan komunikan.
Variabel
efek diukur pada segi kognitif (perubahan pendapat, penambah
pengetahuan, perubahan kepercayaan), segi afektif (sikap, perasaan,
kesukaan), dan segi behavioral (perilaku atau kecenderungan perilaku).
Observasi.
Disini akan kita tunjukkan beberapa penelitian yang menggunakan model
jarum hipodermik. Kita akan mengambil satu studi eksperimental dan
beberapa studi korelasional. Gilling dan Greenwald (lihat Tan, 1981:115)
melakukan eksperimen untuk meneliti apakah khalayak menolak pesan
persuasif atas dasar isi atau sumber (komunikator). Gilling dan
Greenwald menggunakan tiga macam pesan: pesan pertama menentang
penggunaan penisilin secara meluas, pesan kedua menentang pemeriksaan
kesehatan setiap tahun, dan pesan ketiga mendukung penggunaan vitamin
besar-besaran. Subjek ditempatkan secara random pada kondisi
berkredibilitas tinggi (diberitakan bahwa sumber adalah “peneliti
kedokteran” terkenal) dan kondisi berkredibilitas rendah (disebutkan
bahwa komunikator adalah seorang “dukun” nature therapist) variabel tak
bebas yang diukur adalah pendapat dan respon-respon kognitif. Pendapat
diukur dengan skala respon 15 butir. Respon kognitif diukur dengan
memberikan subjek 12 paragraf pendek., yang diambil dari psan yang
disampaikan. Analisis respon kognitif menunjukkan bahwa sumber
berkredibilitas tinggi menghasilkan 2 X lebih banyak respon yang setuju
dari pada sumber berkredibilitas rendah (p ≤ 0,01). Pengukuran pendapat
menunjukkan segera setelah terpaan komunikasi, respon setuju lebih
banyak pada sumber yang berkredibilitas tinggi dari pada sumber
berkredibilitas rendah.
Patterson
dan McClure (Kraus dan Davis, 1980:100) meneliti pengaruh iklan politik
pada perubahan sikap peneliti. Ingin diketahui efek kampanye pada sikap
dan kepercayaan khalayak. Dilakukan 4 gelombang penelitian. Data
dianalisis dengan tes-tes korelasional. Hasilnya menujukkan bahwa subjek
yang tinggi terpaan televisinya berubah lebih banyak dari subjek yang
rendah terpaan televisinya. Jadi ada korelasi antara terpaan televisi
dengan perubahan sikap. Patterson dan McClure ada juga menyebut
variabel-variabel lain yang mempengaruhi sikap. Prisuta meneliti Mass
Media Exposure and Political Behavior (Kraus dan Davis, 1980:101). Dalam
analisis data ia menggunakan koefisien korelasi dan chi kuadrat.
Beberapa penemuan penelitiannya antara lain (1) terpaan surat kabar
berkorelasi dengan variabel-variabel politik, (2) dibandingkan dengan
media lain, surat kabar adalah satu0satunya media yang berkorelasi
sangat signifikan dengan hasil pemilu.
Di
Indonesia, John Abdjul (1979) melakukan penelitian tentang pengaruh
televisi pada masyarakat Minahasa. Ia mengorelasikan terpaan televisi
(television exposure) dengan pengetahuan tentang dan pertisipasi dalam
program-program pembangunan. Abdjul hanya menemukan satu koefisien
korelasi yang signifikan, yakni antara terpaan televisi dengan
pengetahuan tentang penyuluhan pertanian.
Pada
skripsi-skripsi dan penelitian mahasiswa Indonesia, model jarum
hipodermik ini sudah diterapkan. Misalnya, penelitian pengaruh film “Si
Unyil” pada perilaku anak-anak. Pengaruh siaran Bahasa Indonesia pada
kemampuan Berbahasa Indonesia, pengaruh pemuka pendapat pada kemantapan
KB para akseptor, dan sebagainya. Semua studi ini bertolak dari anggapan
dasar bahwa komponen-komponen komunikasi menimbulkan efek pada diri
komunikan.
Referensi :
- Wiryanto. 2000. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: PT. Grasindo.
- Rakhmat, Jalaluddin. 1984. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya).
Just
Thanks For :
Semoga
bermanfaat. . .
Silahkan
kunjungi blog Gallery Foto saya, dengan link dibawah ini :
Best Regard,
Shandry Fadlyka