'EYD' Topik,Tema dan Kerangka Karangan
Topik: EJAAN
YANG DISEMPURNAKAN (EYD)
Pengantar: Ejaan adalah seluruh sistem dan
peraturan mengenai cara-cara penulisan
bunyi bahasa, atau bunyi ujaran,
pemisahan, serta penggabungan dalam bahasa.
Dengan demikian terciptalah keseragaman, sehingga memampukan seseorang
dalam mengaplikasi ejaan, atau Ejaan
Yang Disempurnakan (EYD) sebagai syarat utama dalam berbahasa tulisan. Secara
teknis, ejaan adalah penulisan huruf, penulisan kata dan kalimat serta
pemakaian tanda-tanda baca yang baku.
Ejaan dalam bahasa adalah kaidah yang
harus dipatuhi oleh para pemakai bahasa demi menjamin keteraturan dan
keseragaman bentuk, terutama dalam menggunakan bahasa tulis. Keteraturan dan
keseragaman bentuk akan berimplikasi pada ketepatan dan kejelasan makna dalam
berkomunikasi. Ibarat mengemudi kendaraan, ejaan adalah rambu-rambu petunjuk
arah dan aturan menggunakan jalan, sehingga akan tercipta lalu lintas yang
teratur dan tertib.
Ejaan
bahasa Indonesia yang berlaku sekarang sebagai EYD mulai dipakai secara resmi
pada tanggal 16 Agustus 1972 serta disampaikan melalui pidato kenegaraan
Presiden Soeharto waktu itu.
EYD
ini merupakan Ejaan yang ketiga berlaku dalam sejarah dan perkembangan bahasa
Indonesia. EYD merupakan penyempurnaan ejaan sebelumnya yang sudah digunakan selama
dua puluh lima tahun, dan dikenal sebagai Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi
yang pada saat itu menjabat Menteri PP dan K Republik Indonesia.
Pada
Tabel di bawah ini kita bisa membedakan ketiga Ejaan tersebut.
Ejaan Van Ophuijsen Ejaan Republik/Ejaan Soewandi EYD
(1901-1947) (1947-1972)
mulai 16 Agustus 1972
choesoes chusus
khusus
Djoem’at Djum’at
Jumat
ja’ni
jakni yakni
pajoeng pajung payung
tjoetjoe tjutju cucu
soenji sunji sunyi
Ruang Lingkup Ejaan yang
Disempurnakan
Ruang
lingkup EYD menurut pakar bahasa Indonesia Lamuddin Finoza meliputi lima aspek,
yakni: aspek pemakaian huruf, aspek
penulisan huruf, aspek penulisan kata, penulisan unsur serapan dan penulisan tanda baca.
1.
Aspek pemakaian huruf membahas masalah yang mendasar mengenai satu
bahasa, yakni: masalah abjad, masalah
vokal, konsonan, masalah pemenggalan kata-kalimat dan nama diri.
2. Sedangkan
masalah penulisan huruf mencakup
bahasan beberapa perubahan huruf tentang ejaan sebelumnya yang mencakup: huruf kapital dan huruf miring.
3. Sedangkan
soal penulisan kata mencakup bidang morfologi dalam semua bentuk dan
jenisnya yakni:
Kata
dasar, kata turunan, kata ulang, gabungan kata, kata ganti kau, mu, dan
nya, kata depan di, ke dan dari, kata sandang si dan sang, partikel, singkatan dan akronim, terakhir angka dan lambang bilangan.
Penulisan
Unsur Serapan membahas kaidah cara menulis unsur
serapan, membahas kaidah cara menulis unsur serapan, terutama kosakata yang
berasal dari bahasa asing.
Pamakaian tanda baca (pungtuasi) membahas
teknik penerapan kelima belas tanda baca dalam penulisan kosakata yang berasal
dari bahasa asing.
Penggunaan tanda baca
(pungtuasi) membicarakan teknik penerapan kelima belas tanda baca dalam
penulisan dengan kaidahnya masing-masing.
Tanda baca itu masing-masing:
1. tanda
titik (.) 9. tanda seru
(!)
2. tanda
koma (,) 10.
tanda kurung ( (…..) )
11 tanda kurung siku ([ ])
3. tanda
titik koma (;) 12
tanda petik ganda (“….”)
4. tanda
titik dua (:) 13 tanda petik tunggal (‘….’)
5. tanda
hubung (-) 14 tanda garis
miring (/)
6. tanda
pisah (_) 15 tanda
penyingkat (‘)
7. tanda
elipsis (….)
8. tanda
tanya (?)
Pemakaian Huruf
Abjad, vokal dan konsonan
Abjad bahasa Indonesia menggunakan
sebanyak 26 huruf (termasuk lafalnya) seperti berikut:
Huruf Lafal Huruf
Lafal Huruf Lafal
Aa a Jj
je S s es
B
b be K k ka
T t te
C
c ce Ll el U u u
D
d de M m em
V
v ve
E
e e
H n en
W w we
F
f ef O
o o X x eks
G
g ge P p pe
Y y ye
H
h ha Q q ki
Z z
zet
I
i i Rr-er
Dalam
abjad bahasa Indonesia terdapat sebanyak lima huruf vokal atau V, yaitu a,e, i, o dan u, sedangkan sisanya yakni 21 huruf adalah huruf konsonan (k). Selain ke-26 huruf tersebut dalam
bahasa Indonesia juga terdapat sebanyak empat gabungan konsonan yakni:
ng yang ada dalam kata
ngarai dan lapang
ny yang ada
dalam kata nyaman-nyata dan anyam
kh dalam
kata khasanah, khatulistiwa, khalik dan akhir
sy
dalam kata syair, asyik-masyuk, masyhur (dan syahdan)
Setiap
pasangan kata ini merupakan satu fonem atau satu bunyi, jadi kesimpulannya kh, ny, ng dan sy dihitung satu konsonan.
1.
Pengertian
Ejaan
Ejaan
meliputi hal-hal berikut:
a. Lambang
fonem disertai huruf-hurufnya atau tanda bunyi.
b. Cara
menulis satuan-satuan bentuk kata. Misalnya
cara menulis kata dasar, kata turunan, kata ganti, bentuk ulang dan kata
majemuk.
c. Cara
menulis kalimat, bagian-bagiannya, dan penggunaan tanda baca,
Bahasa
Indonesia sebelumnya mengenal Ejaan van Ophuijsen kemudian Ejaan Suwandi dan terakhir Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).
(1901-1947 dan 1972)
Ejaan
van Ophuijsen dimulai ketika dia bersama Engku Nawawi Gelar Soetan Makmoer dan
Moehammad Taib Soetan Ibrahim merancang
ejaan bahasa Melayu dengan huruf Latin. Karateritik Ejaan Ophujien
misalnya memakai
1. huruf J dipakai untuk menuliskan kata-kata
jang,
pajah dan sajang.
Huruf
oe
dipakai untuk menuliskan kata-kata goeroe, ioe dan oemoer.
2. Tanda
diakritik seperti koma, ain dan tanda trema dipakai untuk menuliskan kata-kata
ma’moer,
‘akal, ta’, pa’, serta dinamai’.
2.
Macam
Ejaan
Terdapat dua macam ejaan, yakni ejaan fonetis dan ejaan fonemis.
a.
Ejaan
fonetis ialah ejaan yang pada galibnya
menyatakan setiap bunyi bahasa (fonem) dengan lambang atau huruf. Hal ini
dilakukan dengan mengukur dan mencatat
dengan alat pengukur bunyi bahasa. Dalam ejaan fonetis (menurut buku EYD
Plus) jumlah lambang yang diperlukan cukup banyak.
b.
Ejaan
fonemis ialah ejaan yang pada galibnya menyatakan setiap fonem dengan satu lambang
atau satu huruf. Dalam ejaan fonemis jumlah lambang yang dibutuhkan tidak
seberapa banyak. Dalam bahasa Indonesia, ejaan yang digunakan ialah ejaan
fonetis. Namun, masih ada beberapa fonem yang dilambangkan dengan dua tanda.
Contoh: (ng, ny, kh, sy). Sebaliknya, ada dua fonem yang dilambangkan dengan
satu tanda. Contoh: e (pepet): makan
apel, Perang Dunia Pertama) dan e (taling: apel bendera, rambut perang).
3.
Ejaan
yang (pernah) Ada dan Berlaku di Indonesia
a.
Ejaan
van Ophuijsen
Ejaan Van Ophuijsen ialah ejaan
bahasa Melayu yang diciptakan oleh Ch. A. Van Ophuijsen bersama dengan Engku
Nawawi gelar Sutan Makmur dan Muhammad Taib Sutan Ibrahim pada tahun 1901.
Ejaan yang tertulis dalam Kitab Logat Melayu. Ejaan ini terus mengalami
perbaikan dari tahun ke tahun dan mendapatkan bentuk yang tetap pada tahun
1926. Dengan pembakuan ejaan tersebut maka kedudukan bahasa Melayu bertambah
kuat untuk menjadi dasar pembentukan bahasa Indonesia. Pada tahun 1928 tatkala
berlangsung Sumpah Pemuda bahasa Indonesia dikukuhkan sebagai bahasa persatuan
bangsa Indonesia. Ejaan Van Ophujisen berlaku hingga tahun 1947.
Kepustakaan:
1.
Arifin
Zaenal E. dan Tazai Amran S. Cermat
Berbahasa Indonesia untuk Perguruan
Tinggi, Jakarta 2009.
2.
Sugono
Dendy, Berbahasa Indonesia dengan Benar,
Puspa Sawara, Jakarta, 1994.
3.
EYD Plus, Limas Jakarta, 2007.
Topik: MASALAH
EJAAN (II-Lanjutan)
Pendahuluan:
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa bahasa Indonesia mengalami beberapa
masa atau sejarah ejaan-pelafalan. Pertama, Ejaan Van Ophuysen, yang
diprakarsai oleh ahli bahasa berkebangsaan Belanda yakni, Ch. A. Van Ophuysen.
Dia menciptakan ejaan bahasa Melayu bersama Engku Nawai gelar Sutan Makmur dan Muhammad Taib Sutan Ibrahim
pada tahun 1901.
I
Ejaan Van Ophuysen
Ejaan Van Ophuysen ini berlaku hingga tahun
1947, dan sebelumnya terbakukan juga pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Ejaan
ini mengalami perbaikan terus menerus dari tahun ke tahun. Berkat pembakuan
ejaan ini, kedudukan bahasa Melayu menguat sebagai dasar pembentukan bahasa
Indonesia. Pakar bahasa Widjono Hs
maupun buku bahasa terbitan LIMAS menyatakan, bahwa: Ejaan adalah seluruh sistem dan pengaturan penulisan bunyi bahasa demi
terciptanya keseragaman dalam pemakaian, terutama dalam bahasa tertulis. Ejaan
bahasa meliputi hal-hal berikut.
1.
Lambang
fonem disertai dengan huruf-hurufnya (tata bunyi).
2.
Cara
menulis berbagai satuan bentuk kata. Misalnya, cara menulis kata dasar, kata
turunan, kata depan, kata ganti, bentuk ulang, dan kata majemuk.
3.
Cara
menulis kalimat, bagian-bagiannya, dan penggunaan tanda baca.
A.
Berbagai
macam Ejaan
1.
Ejaan
fonetis adalah ejaan yang berupaya untuk menyatakan setiap fonem (bunyi bahasa)
dengan lambang atau huruf. Hal ini dilakukan dengan mengukur serta mencatat
memakai alat pengukur bunyi bahasa. Dalam ejaan fonetis jumlah lambang cukup
banyak.
2.
Ejaan
Fonemis, yakni ejaan yang bertujuan menyatakan setiap fonem dengan satu lambang
atau satu huruf.
Ada beberapa catatan mengenai Ejaan Van Ophuysen:
1. Huruf
u
ditulis oe
2. Apostrof
atau koma hamzah (‘) menggantikan huruf (k) pada akhir kata. Contoh: bapak
dan tak
ditulis bapa’ dan ta’.
3. Kata
yang berakhir dengan huruf a
mendapat akhiran I dan di atas
akhiran itu diberi tanda trema atau [“].
4. Huruf
e berlafal keras diberi tanda [‘].
Contoh: emak ditulis ema’.
5. Kata
ulang seluruhnya boleh menggunakan angka [2]. Sebaliknya kata ulang bukan
seluruhnya menggunakan tanda [-]. Contohnya: orang2 atau orang-orang
dan mobil-mobilan.
6. Kata majemuk ditulis dengan tiga
cara.
a. Dirangkai
menjadi satu kata. Contoh: saputangan, hulubalang, apabila, dan matahari.
b. Ditulis
menggunakan tanda hubung. Contoh: rumah-sakit, batoe-bara, anak-negeri.
c. Ditulis
terpisah. Contoh: rumah sakit, batu bara, anak negeri.
II EJAAN REPUBLIK
atau EJAAN SOEWANDI
Ejaan Republik
atau Ejaan Soewandi merupakan system ejaan Latin untuk bahsa Indonesia setelah periode
Indonesia merdeka. Ejaan itu dimulai dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Mr. Soewandi, No. 264/Bhg A tanggal 19 Maret 1947. Karena
ketetapan ejaan tersebut dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Soewandi, maka ejaan itu disebut Ejaan Soewandi atau Ejaan Republik.
Pada dasarnya hakikat
Ejaan Soewandi dengan Ejaan Van Ophuyen sama, meskipun ada beberapa perbedaan.
1. Huruf (oe)
diubah menjadi huruf (u).
2. Tanda
trema pada huruf a dan I dihilangkan.
3. Koma
hamzah (‘) diganti dengan (k). Contoh: bapa’, kata’, la’nat, diganti dengan bapak, katak dan laknat.
4.
Huruf e keras dan e lemah
ditulis tanpa tanda. Contoh: seekor,
seenaknja, seember.
5.
Penulisan kata ulang dengan dua cara: Contoh: a. berlari-larian. B.
berlari2-an.
6.
Penulisan kata majemuk dengan tiga cara.
a. Kedua
kata diulis terpisah. Contoh: tata bahasa, tata laksana, dan tata
tertib.
b. Kedua
kata dituliskan serangkai. Contoh: tahabahasa, tatalaksana dan tatatertib.
7. Kata
asal bahasa asing yang tanpa e pepet
dan e lemah, ditulis tidak dengan e lemah. Contoh: praktik, bukan peraktik,
traktor
bukan teraktor, putra bukan putera, dan istri bukan
isteri.
III EJAAN MALINDO
Malindo adalah
singkatan dari Melayu dan Indonesia. Ejaan Malindo ialah ejaan yang dihasilkan
dari perumusan ejaan Melayu dan Indonesia. Perumusan diawali dari Kongres II
Bahasa Indonesia tahun 1954 di Medan, Sumatra Utara. Baru pada tahun 1959 Ejaan
Malindo selesai dirumuskan. Ejaan ini belum sempat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari, karena pada masa itu terjadi permsuhan antara Indonesia dengan
Malaysia.
IV Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
Ejaan yang disempurnakan atau disingkat EYD atau
Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan ialah ejaan yang dihasilkan dari
penyempurnaan atas ejaan-ejaan sebelumnya. EYD`diresmikan oleh Presiden
Soeharto dalam pidato kenegaraan 16 Agustus 1972 di depan DPR/MPR dalam rangka memperingati
HUT ke-27 Kemerdekaan Republik Indonesia. Pengukuhannya dilakukan dengan Surat
Keputusan Presiden No. 57 Tahun 1972.
Dengan demikian EYD
mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1972. EYD dirumuskan oleh Panitia Ejaan
Bahasa Indonesia yang dibentuk pada
tahun 1966. Tujuan pemberlakuan EYD ialah untuk menyeragamkan penulisan bahasa
Indonesia ke arah pembakuan ejaan.
EYD mengatur:
1. Pemakaian
huruf.
2. Pemakaian
huruf kapital dan huruf miring.
3. Penulisan
kata
4. Penulisan
unsur serapan dan
5. Pemakaian
tanda baca.
EYD
berisi tentang:
1. Huruf
(j, dj, nj, ech, tj, dan sj) dalam Ejaan Soewandi ditulis
menjadi huruf (y, j. ny, kh, c, dan sy).
Contoh:
Ejaan
Soewandi
Ejaan Yang Disempurnakan
jajasan menjadi yayasan
djuga menjadi juga
njonja menjadi nyonya
chusus menjadi khusus
tjutji menjadi cuci
sjiar menjadi syiar
2. Kata
ulang ditulis hanya dengan tanda
hubung (-)
Contoh:
Ejaan
sebelumnya Ejaan
Yang Disempurnakan
rumah2 menjadi rumah-rumah
se-kali2 menjadi sekali-kali
mobil2an menjadi mobil-mobilan
3. Kata
majemuk ditulis terpisah (tidak perlu tanda hubung)
Contoh:
Ejaan
sebelumnya Ejaan
Yang Disempurnakan
tata-buku menjadi tata buku
duta-besar menjadi duta besar
rumah-sakit menjadi rumah sakit
luar-biasa menjadi luar biasa
sayur-mayur menjadi sayur mayor
4. Gabungan
kata yang dianggap senyawa ditulis serangkai
Contoh:
saputangan matahari
akhirulkalam sepakbola
hulubalang bulutangkis
Kata
ganti ku, mu, kau, dan nya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Contoh: kumau, bukumu, kautulis, dan rumahnya.
5. Kata
depan di dan ke ditulis terpisah
Contoh:
di
sini bukan disini
di
sana bukan disana
di
Klaten bukan diKlaten
ke
sini bukan kesini
ke
sana bukan kesana
ke
atas bukan keatas
ke
bawah bukan
kebawah
6. Partikel
pun
ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya. Sebaliknya kata pun yang sudah
padu ditulis serangkai (adapun, ataupun, andaipun, bagaimanapun,
biarpun, meskipun, sekalipun, sungguhpun, walaupun)
Contoh:
Siapa pun harus menghormati orang tua.
Apa
pun yang terjadi akan aku hadapi.
Adapun
yang diperlukan sekarang ialah selimut dan makanan.
Bagaimanapun
sulitnya, soal itu harus aku kerjakan
Walaupun
berbeda-beda, tetapi tetap satu.
7. Sedangkan
kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Contoh:
Si
kerinting (bukan Sikeriting) sudah dating.
Si
jago (bukan Sijago) merah mengamuk lagi.
Dia
dipanggil Sang Pencipta (bukan Sangpencipta)
8. Partikel
per yang berarti tiap-tiao ditulis terpisah.
Contoh:
Per
lembar (bukan perlembar) seratus rupiah.
Enam
orang per hari (bukan perhari)
Harga
per kilonya (bukan perkilonya) Rp 100.
TOPIK,
TEMA DAN KERANGKA KARANGAN
(bagian pertama)
Seseorang yang akan mengarang, tentu yang
pertama-tama dilakukannya adalah menentukan tema, kemudian menentukan topik.
Tema biasanya dianggap sebagai sesuatu yang paling utama dan istimewa dalam
mengarang. Sedangkan topik dianggap masalah kedua yang tidak sepenting tema.
Maka itu, tema menjadi hal yang paling mengemuka, sementara topik menjadi hal
yang berikutnya.
Meskipun
demikian kebanyakan orang akan merasa rancu, karena apakah tema atau topik yang
lebih penting. Kedua prinsip ini ibarat ayam dan telur, manakah yang harus
didahulukan, apakah tema atau topik. Maka itu janganlah mengistimewakan masalah
“tema” sebagai langkah awal dalam mengarang dan sebaliknya juga janganlah
mengistimewakan “topik” sebagai langkah awal dalam mengarang. Keduanya menjadi
hal penting dalam menulis karangan.
Jadi dalam
menyiapkan suatu karangan, tema bisa menjadi awal pertimbangan penulis,
sementara topik menjadi ulasan pokok yang menguraikan segala sesuatu tentang
tema yang telah ditetapkan. Menurut beberapa ahli bahasa, sebaiknya menentukan
topik sebagai tonggak awal dalam menyusun karangan.
Dalam memulai
penulisan mungkin saja orang tersandung dengan pemikiran tentang tema. Pada
galibnya tema merupakan makro pokok dari penulisan, Sedangkan topik adalah
bahasan intinya-bisa disebut sebagai mikro bahasan karangan.
Tema
Singkat dan Tema Panjang
Ada tema
yang intinya singkat dan ada tema yang panjang bisa berupa satu kalimat pendek.
Tema singkat misalnya tentang “Kasih Sayang”
atau “Perjuangan”, “Pengabdian”,
“Menggalang Persatuan”, “Perseteruan” dan seterusnya. Sedangkan tema yang
panjang misalnya: “Perjuangan Merupakan Hakikat Kehidupan” atau “Belajar adalah
Cara Menimba Pengetahuan”, atau “Sulitnya Mencari Nafkah di Negeri Orang”.
Terkadang seorang penulis akan menemui kesulitan,
ketika dia berupaya membuat karangan yang
mempunya tema yang bersifat umum atau abstrak. Sebaliknya bila
menentukan tema yang singkat pun terkadang sulit, karena penulis belum memiliki
ide yang dapat ditelusuri pemaparannya.
Pada
umumnya tema itu lebih abstrak dari topik, (Lamuddin Finoza: Komposisi Bahasa
Indonesia: 2006-2007, Halaman 194). Para ahli mengatakan kemungkin lebih mudah
menentukan tema dalam karangan yang bersifat sastra yang biasanya lebih
mengandalkan imajinasi atau perenungan.
Berbeda dengan karangan ilmiah yang sifatnya lebih realistis, konkret
atau faktual isinya, sehingga akan sulit bagi pengarang untuk segera menetapkan
temanya.
Penulisan
tema dalam penulisan demikian akan lebih panjang bisa berupa satu kalimat. Jadi
merumuskan temanya dalam satu kalimat. Sedangkan untuk suatu ide yang lebih
besar, temanya bisa dituliskan dalam bentuk satu alinea, asalkan idenya itu
tunggal atau utuh dan bulat. Untuk menuliskan tema dalam kalimat tentu sering
menyulitkan.
Contoh tema lain yang pendek: Kuat
Iman, Giat Belajar, Tangguh, Mengalah,
Pejuang.
Tema yang panjang:
Hidup Manusia Selalu
Penuh Perjuangan,
Janganlah
Menganggap Enteng Lawan
Bijak-bijaklah di Rantau Orang
Mengenang
Para Pahlawan yang Berjasa bagi Negara dan Bangsa. Mencintai Lingkungan Demi
Pelestarian Alam
Mencintai
Lingkungan Demi Pelestarian Alam
Tentang
Topik dan Judul
Topik
berarti
pokok permasalahan, pokok permbicaraan, inti perundingan atau masalah yang
dibicarakan. Topik karangan adalah
sesuatu masalah yang akan dibahas menjadi suatu karangan.
Topik karangan merupakan
jawaban atas pernyataan tentang Masalah apa yang akan ditulis? Atau akan
menulis tentang apa? Dalam mengarang seseorang akan menentukan terdahulu apa
yang akan menjadi topik pembahasannya. Banyak masalah di sekitar kita yang bisa
diangkat menjadi topik karangan. Misalnya:
pengangguran, kemacetan ibukota,
pencemaran lingkungan, kenakalan remaja, kejahatan perbankan, pendangkalan
sungai, dan lainnya.
Ada orang yang menuliskan terlebih dahulu
masalahnya, kemudian baru menuliskan atau mempertimbangkan judulnya yang tepat.
Namun dalam kebiasaan mengarang, biasanya tema dan topik sudah dirumuskan
terlebih dahulu.
Setelah menentukan topik “pengangguran” dan
“kemacetan ibukota”, maka penulis dapat mengajukan judul-judul karangannya.
1. Pengangguran
a. Industri
Menambah Kesempatan Kerja
b. Perbanyak
Peluang Kerja
c. Kursus
Keterampilan Penting
d. Penyebaran
Pembangunan Penting
e. Strategi
Peningkatan Keterampilan
f. Mencegah
Urbanisasi
g. Perbanyak
Sektor Primer
2, Kemacetan:
a. “Jakarta Macet Pagi dan
Petang”
b. “Jumlah Kendaraan Melampaui Panjang Jalan”
c. “Perlu Disiplin Berlalu Lintas”
d. “Membangun Underpass
dan Flyover”
e. “Membangun Jalan Bersusun”
KERANGKA
atau Outline Karangan
Kerangka
karangan merupakan faktor penting,
karena merupakan rancangan yang baku untuk penulis dalam menyusun dan
membagi-bagi gagasannya. Fungsi utama kerangka karangan, adalah untuk
menetapkan hubungan antara gagasan-gagasan yang dikemukakan oleh
pengarang/penulis.
Dengan kerangka karangan, pengarang dapat
menelusuri kekuatan dan kelemahan dalam menyusun tulisannya. Melalui cara ini
pengarang dapat melakukan berbagai penyesuaian
sebelum menulis. Dalam desain bangunan fisik misalnya, seorang arsitek
atau perancang bangunan dapat menyusun blue
print-cetak biru pembangunan gedung tersebut.
Kerangka
karangan meliputi rencana kerja dalam
menyusun karangan. Kerangka akan menuntun pengarang untuk menggarap karangan
secara teratur dan sistematis. Kerangka karangan dapat membantu pengarang
membedakan ide utama dan ide-ide tambahan.
Kerangka karangan dapat mengalami
perubahan, sehingga penulisan bisa mencapai bentuknya yang lebih sempurna.
Kerangka dapat berbentuk catatan-catatan sederhana ataupun catatan yang terinci.
Kerangka karangan yang belum final bisa disebut sebagai rancangan, atau outline yang sementara. Kalau sudah
tersusun rapi, maka bisa disebut sebagai outline final yang sudah sempurna.
Dalam proses menyusun karangan ada
pentahapan, yakni memilih topic, menghimpun informasi, menyusun gagasan, lalu
menulis karangan. Penyusunan gagasan inilah yang bisa diumpamakan sebagai
kerangka. Jadi di dalam kerangka dapat disusun strategi penempatan ide dan gagasan.
Rincian
kerangka karangan dapat membantu penulis untuk hal-hal berikut:
1.
Mempermudah
penulis menyusun karangan serta membantu penulis untuk tidak mengulang suatu
ide hingga dua kali, serta memandu pengarang agar tidak menyimpang dari sasaran
yang sudah ditetapkan.
2.
Membantu
penulis atau pengarang mengatur dan menempatkan berbagai klimaks dalam
karangannya.
3.
Dengan
kerangka yang tersusun rapi, maka sebenarnya separoh karangan sudah
“terselesaikan”, karena smeua ide sudah terkumpul, terinci, dan diruntun secara
teratur. Pengarang tinggal menyusun kalimat-kalimatnya saja untuk menegaskan
gagasan dan idenya.
4.
Kerangka
karangan adalah miniature seluruh karangan. Melalui kerangka karangan, pembaca
dapat memahami intisari ide serta struktur karangan.
Bentuk
Kerangka Karangan
Ada
dua macam kerangka karangan, yakni kerangka topik dan kerangka kalimat. Dalam
praktiknya kerangka topik yang lebih banyak digunakan. Kerangka topik terdiri
atas kata, frasa dan klausa yang didahului oleh tanda-tanda yang sudah lazim
untuk menyatakan hubungan antargagasan. Tanda baca akhir (titik) tidak
diperlukan karena tidak digunakannya kalimat lengkap.
Kerangka kalimat lebih bersifat resmi,
yakni merupakan kalimat lengkap. Pemakaian
kelimat lengkap menunjukkan diperlukannya pemikiran yang lebih luas ketimbang
yang dituntut dalam kerangka topik. Tanda baca titik perlu pada akhir setiap
kalimat yang dignnakan untuk menuliskan judul bab dan sub-bab. Kerangka kalimat
banyak digunakan pada proses awal penyusunan outline. Bila outline selesai maka
kerangka kalimat dapat dipadatkan menjadi kerangka topik, demi kepraktisan.
Jadi, kerangka dapat saja berbentuk gabungan kerangka kalimat dan kerangka
topik.
Meskipun penggunaan kerangka topik lebih
dominan, tidaklah pantang untuk dicampur dengan kerangka kalimat, dalam
menuliskan judul-judul bab.
Kerangka
dapat dibuat dengan sistem tanda atau kode tertentu. Hubungan di antara gagasan yang ditunjukkan oleh
kerangka dinyatakan dengan serangkaian kode berupa huruf dan angka.
Bagian utama biasanya didahului huruf
atau angka tertentu (misalnya angka Romawi), sedangkan bagian bawah atau subbab
menggunakan tanda lain. Ada juga kerangka yang menggunakan ankga Arab, bila
karangannya singkat. Angka Arab juga dapat digabungkan dengan huruf kecil, bila
karangannya tidak terlalu panjang misanya untuk makalah atau artikel sederhana.
Kode-kode akan lebih kompleks dalam karangan yang lebih panjang seperti
skripsi, tesis, disertasi, dan buku.
Agar karangan terstruktur rapi, pengarang
harus membagi-bagi gagasan. Kaidah pembagian yang perlud diingat adalah semua
yang terdapat di bawah suatu tanda harus berhubungan langsung dan berada di
bawah yang membawahkannya. Tanda-tanda yang digunakan (huruf atau angka) harus
ada pasangannya, minimal satu. Perhatikan contoh di bawah ini.
Yang
benar
Salah
I……… I……………………..
II………… A…………………
A…………
II…………………….
1………………… A…………………
2………………… B…………………
B…………………….. 1…………………
Contoh
Pengkodean (kodefikasi) Kerangka Topik
Gabungan
Angka dan Huruf
Angka Arab (digit)
II.
SEBAB-SEBAB KERESAHAN 2.
SEBAB-SEBAB KERESAHAN BURUH
BURUH
1.
Gaji
Pokok 2.1 Finansial
a.
Buruh
Terampil
2.1.1 Gaji Pokok
b.
Buruh Kasar 2.1.1.1 Buruh Terampil
2.
Perumahan 2.1.1.2
Buruh Kasar
a.
Buruh
yang Sudah Berkeluarga 2.1.2.1 Buruh yang Sudah Berkeluarga
b.
Buruh
yang Belum Berkeluarga 2.12.1. Buruh yang Belum Berkeluarga
3.
Pemeliharaan
Kesehatan 2.1.3
Pemeliharaan Kesehatan
a.
Buruh
Lelaki 2.1.3.1
Buruh Lelaki
b.
Buruh
Perempuan 2.1.3.2 Buruh Perempuan
B. Politik
2.2 Politik
1.
Pengaruh Serikat Buruh Perusahaan
2.2.1 Pengaruh Serikat Buruh
Perusahaan
a. Pengaruh pada Buruh Terampil 2.2.1.1 Pengaruh pada Buruh
Terampil
b.Pengaruh pada Buruh Kasar 2.1.2.1
Pengaruh pada Buruh Kasar
2.
Pengaruh dari Luar Perusahaan
2.2.2
Pengaruh dari Luar Perusahaan
a. Organisasi Politik 2.2.2.1
Organisasi Politik
b. Partai Politik
2.2.2.2. Partai Politik
Pola
Penyusunan Kerangka Karangan
Terdapat dua pola penyusunan karangan
yang biasa digunakan, yakni pola alamiah dan pola logis. Pola pertama disebut
pola alamiah, karena penyusunan unit-unit bab dan subbabnya menggunakan
pendekatan yang alamiah yang esensial. Yakni, ruang atau tempat dan waktu.
Sedangkan pola kedua disebut pola logis,
karena menggunakan pendekatan berdasarkan jalan pikiran atau cara berpikir
manusia yang selalu mengamati sesuatu hal berdasarkan logika, yang masuk akal
atau tidak.
(bersambung).
Just
Thanks For :
Semoga
bermanfaat. . .
Silahkan
kunjungi blog Gallery Foto saya, dengan link dibawah ini :
Best Regard,
Shandry Fadlyka