Ruang
Lingkup dan Konsep Sosiologi Komunikasi
Menurut Bungin (2006 : 27-31), sosiologi
komunikasi terdiri dari 4 konsep yang sekaligus menjadi ruang lingkup sosiologi
komunikasi. Ke-empat konsep tersebut yakni sosiologi, masyarakat, komunikasi,
dan teknologi media/informasi.
Liliweri, (Tanpa Tahun, halaman 2 – 4)
mengutip beberapa pendapat para ahli tentang definisi sosiologi.
Roucek dan Warren, sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari hubungan antar manusia dalam kelompok-kelompok.
William F. Ogburn dan Meyer F. Nimkoff,
sosiologi adalah penelitian ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya yaitu
organisasi sosial.
Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi,
sosiologi ialah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial,
termasuk perubahan-perubahan sosial.
Pitirin Sorokin (dikutip Bungin, 2006 :
27-28), sosiologi adalah ilmu yang mempelajari:
a. Hubungan dan pengaruh timbal balik antar
aneka macam gejala-gejala sosial (misalnya: antara gejala ekomomi dan agama,
keluarga dengan moral, hukum dengan ekonomi, gerak masyarakat dengan politik,
dan lain sebagainya);
b. Hubungan dengan pengaruh timbal balik
antara gejala sosial dengan gejala nonsosial (misalnya: gejala geografis,
biologis, dan sebagainya);
c. Ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala
sosial.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas kita
dapat menarik kesimpulan bahwa yang dimaksudkan dengan sosiologi adalah ilmu
yang mempelajari hubungan antar manusia sebagai makhluk sosial termasuk di
dalamnya berbagai aktifitas atau gejala sosial yang kemudian menghasilkan
perubahan-perubahan sosial.
Masyarakat
Masyarakat merupakan salah satu ruang lingkup
dari sosiologi komunikasi. Artinya bahwa masyarakat merupakan salah satu yang
dibahas dalam sosiologi komunikasi.
- Ralph Linton (dikutip Bungin, 2006 : 29) memahami masyarakat sebagai sekelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama cukup lama, sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-batas yang dirumuskan dengan jelas.
- Selo Soemardjan, mengatakan bahwa masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan kebudayaan.
Dari dua definisi di atas jelaslah bahwa
masyarakat itu terdiri dari kumpulan orang-orang yang hidup berdampingan (hidup
bersama) dalam suatu wilayah dan terikat oleh aturan-aturan atau norma-norma
sosial yang mereka tentukan dan taati.
Sosiologi Komunikasi
Stephen F. Steele dalam Anne Arundel Community
College and The Society for Applied Sociology (2002), sebagaimana dikutip
Liliwery (Tanpa Tahun, hal 4), bahwa sosiologi komunikasi adalah studi yang
mempelajari perilaku kolektif akibat media.
Selanjutnya, Liliwery sendiri memahami
sosiologi komunikasi dalam dua bagian yakni level makro dan mikro.
Dalam arti luas (makro), Liliwery berpendapat
bahwa sosiologi komunikasi merupakan cabang dari sosiologi yang mempelajari
atau menerangkan mengenai prinsip-prinsip keilmuan (ilmu sosial, sosiologi)
tentang bagaimana proses komunikasi manusia dalam kelompok atau masyarakat.
Sementara dalam artian sempit (mikro), Liliwery mendefinisikan sosiologi
komunikasi sebagai cabang dari sosiologi yang mempelajari atau yang menerangkan
mengenai prinsip-prinsip keilmuan (ilmu sosial, sosiologi) tentang bagaimana
proses komunikasi manusia dalam konteks komunikasi massa dari suatu masyarakat.
Secara sederhana sosiologi
komunikasi adalah cabang dari sosiologi yang mempelajari bagaimana proses pertukaran pesan/informasi
terjadi dalam konteks masyarakat.
Ranah,
Kompleksitas, dan Obyek Sosiologi Komunikasi
Ranah sama dengan domain, atau bisa juga
dikatakan sebagai wilayah kerja. Sebagai sebuah disiplin ilmu, sosiologi
komunikasi memiliki ranah/domain.
Menurut Bungin (2007:36), domain atau ranah
sosiologi adalah individu, kelompok, masyarakat, dan sistem dunia. Selanjutnya,
ranah-ranah ini juga bersentuhan langsung dengan wilayah lainnya seperti
komunikasi, efek media massa, budaya kosmopolitan, proses dan interaksi sosial,
dan teknologi informasi dan komunikasi.
Ranah dari sosiologi komunikasi seolah-olah,
sama dengan ranah dari sosiologi. Namun, tidaklah demikian. Sosiologi
komunikasi tidak mengambil utuh ranah dari sosiologi. Begitu pula dengan komunikasi.
Ranah sosiologi komunikasi juga tidak mengambil ranah komunikasi secara
keseluruhan.
Sebagaimana dibahas sebelumnya dalam
pengertian sosiologi komunikasi bahwa sosiologi komunikasi bukanlah ilmu yang
berdiri sendiri. Ia merupakan salah satu cabang dari sosiologi yang secara
khusus membicarakan hal-hal yang berkenaan dengan proses komunikasi dalam
masyarakat.Dengan demikian, kita dapat mengerti bahwa sosiologi komunikasi
memperbincangkan berbagai isu berkenaan dengan komunikasi berdasarkan perspektif
sosiologis. Misalnya saja, dampak media massa bagi masyarakat, dan sebagainya.
Kompleksitas Sosiologi Komunikasi
Studi sosiologi komunikasi bersifat
interdisipliner. Artinya, sosiologi tidak saja membatasi diri pada persoalan
komunikasi dan seluk beluknya, tetapi juga membuka diri pada kontribusi
disiplin ilmu lainnya seiring dengan perkembangan masyarakat dan kemajuan
zaman. Karena bersentuhan langsung dengan berbagai disiplin ilmu, maka dapatlah
dikatakan bahwa studi sosiologi komunikasi sedikit rumit atau kompleks.
Studi sosiologi komunikasi ikut dipengaruhi
oleh perkembangan berbagai bidang ilmu di sekitarnya mulai dari perkembangan
teknologi, budaya, sosiologi, hukum, ekonomi, dan bahkan negara.
Bidang ilmu yang paling mempengaruhi
perkembangan sosiologi komunikasi adalah teknologi komunikasi dan informasi.
Hal ini terjadi karena perubahan dan kemajuan teknologi komunikasi cenderung
membawa dampak yang cukup besar terhadap kemajuan dan perubahan pada
bidang-bidang ilmu lainnya seperti budaya, ekonomi, dan seterusnya.
Pengertian Teknologi Komunikasi
Teknologi komunikasi adalah peralatan perangkat keras (hardware)
dalam sebuah struktur organisasi yang mengandung nilai-nilai sosial, yang
memungkinkan setiap individu mengumpulkan, memproses, dan saling tukar menukar
informasi dengan individu-individu lainnya.
Yang mendasari sesuatu hal dapat digolongkan
kedalam Teknologi Komunikasi
adalah :
1. Teknologi
komunikasi dapat di implementasikan dalam suatu alat
2. Teknologi komunikasi
dilahirkan oleh sebuah struktur sosial,ekonomi dan politik
3. Teknologi komunikasi membawa
nilai yang berasal dari struktur ekonomi , sosial dan politik tertentu
4. Teknologi komunikasi
meningkatkan kemampuan indera manusia terutama kemampuan mendengar dan melihat.
Perbedaan Teknologi Komunikasi Dengan Teknologi Informasi
Teknologi informasi lebih ditekankan pada hasil data yang diperoleh
sedangkan pada teknologi komunikasi ditekankan pada bagaimana suatu hasil data
dapat disalurkan, disebarkan dan disampaikan ke tempat tujuan.
Teknologi informasi berkembang cepat dengan meningkatnya perkembangan
komputer dengan piranti pendukungnya serta
perkembangan teknologi komunikasi yang ada.Teknologi komunikasi berkembang
cepat dengan meningkatnya perkembangan teknologi elektronika, sistem transmisi
dan sistem modulasi, sehingga suatu informasi dapat disampaikan dengan cepat
dan tepat.
Bentuk Teknologi Informasi
· Komunikasi
Suara
· Komunikasi Tulisan dan
Gambar
· Komunikasi Data
Pelaku Teknologi Komunikasi
Dalam rangkaian sumber, penyampaian dan
penerimaan informasi ada beberapa pihak yang tersangkut dan saling tergantung
satu dengan yang lainnya, yaitu :
1. Pemakai
2. Perusahaan penyedia jasa
telekomunikasi
3. Produsen peralatan
komunikasi
4. Badan yang
mengatur/mengkoordinir seluruh kegiatan komunikasi dari segi ekonomis dan
teknis dalam mengadakan peraturan, standar, harga patokan, dan lain-lain.
Unsur - Unsur Teknologi Komunikasi
Unsur-unsur teknologi komunikasi adalah :
1. Informasi,
dapat berupa tulisan, suara, musik, gambar,dan data yang memiliki spektrum
frekuensi dan bentuk-bentuk yang berbeda.
2. Alat yang dipergunakan untuk
meneruskan informasi, dengan media transmisi dan sistem modulasi
3. Dengan cara yang
sesuai,bentuk akhir ( informasi yang diterima ) harus seserupa mungkin dengan
bentuk awal ( informasi yang dikirimkan ) dan dalam batas-batas distorsi yang
dapat ditolerir.
4. Dalam jumlah maupun
kecepatan yang semakin meningkat melalui jarak yang semakin jauh dengan biaya
yang seekonomis mungkin.
Metode Penyampaian Informasi
Penyampaian informasi dapat dibedakan atas :
· Komunikasi
dari titik ke titik (point to point) Informasi dari satu sumber hanya
disampaikan pada satu penerima saja.
· Komunikasi dari satu titik
ke segala penjuru (broadcasting) Informasi dapat diambil oleh siapapun yang
memerlukan Informasi dari sumber dan disebarluaskan ke seluruh penjuru secara
bersamaan.
Definisi dan Bentuk Interaksi Sosial
Interaksi sosial
adalah bentuk-bentuk yang tampak apabila orang perorangan ataupun
kelompok-kelompok manusia mengadakan hubungan satu sama lain terutama dengan
mengetengahkan kelompok serta lapisan sosial sebagai unsur pokok struktur
social. Interaksi sosial dapat dipandang sebagai dasar proses-proses social
yang ada, menunjuk pada hubungan-hubungan social yang dinamis.
Interaksi sosial
adalah suatu hubungan anatr dua atau lebih individu manusia, dimana kelakuan
individu yang satu mempengaruhi individu yang lain. Kelangsungan interaksi
social ini, sekalipun dalam bentuknya yang sederhana, ternyata merupakan proses
yang kompleks. Pengertian lain bahwa suatu interaksi social diartikan sebagai
suatu sistem sosial dua orang atau lebih yang dilengkapi dengan beberapa aturan
dan harapan, serta beberapa ganjaran dan hukuman yang berlaku.
Interaksi sosial terjadi karena adanya sifat dasar manusia yang
merupakan makhluk sosial yang selalu ingin berhubungan dan didasari oleh
kebutuhan manusia yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri.
Berdasarkan hal tersebut maka interaksi sosial ini terjadi.
Dalam pendekatan interaksi sosial dapat terjadi dengan beberapa cara
salah satunya adalah pendekatan interaksionisme simbolis. Pendekatan ini
bersumber pada pemikiran Mead. Symbol merupakan sesuatu yang nilai atau
maknanya diberikan kepadanya oleh orang yang mempergunakannya.Makna
atau nilai tersebut hanya dapat ditangkap melalui cara-cara non-sensoris.
Menurut Blumer pokok pikiran interaksionisme ada tiga: manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang dipunyai sesuatu tersebut baginya, makna yang dipunyai tersebut berasal atau muncul dari hasil interaksi sosial antara seseorang dengan sesamanya, dan makna diperlakukan atau diubah melalui suatu proses penafsiran, yang digunakan orang dalam menghadapi sesuatu yang dijumpainya.
Gea, Wulandari, dan
Bahari (2003) melihat suatu kebutuhan berinteraksi manusia dimana setiap orang
membutuhkan hubungan social dengan orang-orang lainnya. Kebutuhan ini terpenuhi
melalui pertukaran pesan yang berfungsi sebagai jembatan untuk mempersatukan
manusia yang satu dengan lainnya, yang tanpa berkomunikasi akan terisolasi.
Mengenai interaksi
yang terjalin tersebut, yang dinggap paling ideal adalah secara tatap muka
(langsung). Interaksi tatap muka lebih memungkinkan suatu proses yang bersifat
dinamis dan timbal balik secara langsung. Pertukaran informasi secara tatap
muka dapat mempercepat proses saling mempengaruhi antara pihak-pihak yang
berinteraksi didalamnya. Sedangkan menurut Soekanto (2002), suatu interaksi
sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yaitu :
1. Adanya
kontak social (social-contact)
2. Adanya komunikasi
MASYARAKAT
METROPOLITAN
1. Struktur Penduduk Kota
1.1 Segi Demografi
Ekspresi demografi dapat ditemui di kota-kota besar. Kota-kota sebagai pusat perdagangan, pusat pemerintahan dan pusat jasa lainnya menjadi daya tarik bagi penduduk di luar kota. Jenis kelamin dalam hal ini mempunyai arti penting, karena semua kehidupan sosial dipengaruhi oleh proporsi atau perbandingan jenis kelamin.
Ekspresi demografi dapat ditemui di kota-kota besar. Kota-kota sebagai pusat perdagangan, pusat pemerintahan dan pusat jasa lainnya menjadi daya tarik bagi penduduk di luar kota. Jenis kelamin dalam hal ini mempunyai arti penting, karena semua kehidupan sosial dipengaruhi oleh proporsi atau perbandingan jenis kelamin.
Suatu kenyataan ialah bahwa pada umumnya kota lebih banyak dihuni oleh
wanita daripada pria.Struktur penduduk kota dari segi umur menunjukkan bahwa
mereka lebih banyak tergolong dalam umur produktif. Kemungkinan besar adalah
bahwa mereka yang berumur lebih dari 65 tahun atau mereka yang sudah pensiun
lebih menyukai kehidupan dan suasana yang lebih tenang. Suasana ini terdapat di
daerah-daerah pedesaan atau sub urban.
1.2 Segi Ekonomi
Struktur kota dari segi ini dapat dilihat dari jenis-jenis mata pencaharian penduduk atau warga kota. Sudah jelas bahwa jenis mata pencaharian penduduk kota adalah di bidang non agraris seperti pekerjaan-pekerjaan di bidang perdagangan, kepegawaian, pengangkutan dan di bidang jasa serta lain-lainnya. Dengan demikian struktur dari segi jenis-jenis mata pencaharian akan mengikuti fungsi dari suatu kota.
Struktur kota dari segi ini dapat dilihat dari jenis-jenis mata pencaharian penduduk atau warga kota. Sudah jelas bahwa jenis mata pencaharian penduduk kota adalah di bidang non agraris seperti pekerjaan-pekerjaan di bidang perdagangan, kepegawaian, pengangkutan dan di bidang jasa serta lain-lainnya. Dengan demikian struktur dari segi jenis-jenis mata pencaharian akan mengikuti fungsi dari suatu kota.
1.3 Segi Segregasi
Segregasi dapat dianalogkan dengan pemisahan yang dapat menimbulkan berbagai kelompok (clusters), sehingga kita sering mendengar adanya: kompleks perumahan pegawai bank, kompleks perumahan tentara, kompleks pertokoan, kompleks pecinan dan seterusnya. Segregasi ini ditimbulkan karena perbedaan suku, perbedaan pekerjaan, perbedaan strata sosial, perbedaan tingkat pendidikan dan masih beberapa sebab-sebab lainnya,Segregasi menurut mata pencaharian dapat dilihat pada adanya kompleks perumahan pegawai, buruh, industriawan, pedagang dan seterusnya, sedangkan menurut perbedaan strata sosial dapat dilihat adanya kompleks golongan berada. Segregasi ini tidak akan menimbulkan masalah apabila ada saling pengertian, toleransi antara fihak-fihak yang bersangkutan.Segregasi ini dapat disengaja dan dapat pula tidak di sengaja. Disengaja dalam hubungannya dengan perencanaan kota misalnya kompleks bank, pasar dan sebagainya. Segregasi yang tidak disengaja terjadi tanpa perencanaan, tetapi akibat dari masuknya arus penduduk dari luar yang memanfaatkan ruang kota, baik dengan ijin maupun yang tidak dengan ijin dari pemerintahan kota.
Segregasi dapat dianalogkan dengan pemisahan yang dapat menimbulkan berbagai kelompok (clusters), sehingga kita sering mendengar adanya: kompleks perumahan pegawai bank, kompleks perumahan tentara, kompleks pertokoan, kompleks pecinan dan seterusnya. Segregasi ini ditimbulkan karena perbedaan suku, perbedaan pekerjaan, perbedaan strata sosial, perbedaan tingkat pendidikan dan masih beberapa sebab-sebab lainnya,Segregasi menurut mata pencaharian dapat dilihat pada adanya kompleks perumahan pegawai, buruh, industriawan, pedagang dan seterusnya, sedangkan menurut perbedaan strata sosial dapat dilihat adanya kompleks golongan berada. Segregasi ini tidak akan menimbulkan masalah apabila ada saling pengertian, toleransi antara fihak-fihak yang bersangkutan.Segregasi ini dapat disengaja dan dapat pula tidak di sengaja. Disengaja dalam hubungannya dengan perencanaan kota misalnya kompleks bank, pasar dan sebagainya. Segregasi yang tidak disengaja terjadi tanpa perencanaan, tetapi akibat dari masuknya arus penduduk dari luar yang memanfaatkan ruang kota, baik dengan ijin maupun yang tidak dengan ijin dari pemerintahan kota.
Dalam hal seperti ini dapat terjadi slums. Biasanya slums ini
merupakan daerah yang tidak teratur dan bangunan-bangunan yang ada tidak
memenuhi persyaratan bangunan dan kesehatan.
Adanya segregasi juga dapat disebabkan sewa atau harga tanah yang
tidak sama. Daerah-daerah dengan harga tanah yang tinggi akan didiami oleh
warga kota yang mampu sedangkan daerah dengan tanah yang murah akan didiami
oleh swarga kota yang berpenghasilan sedang atau kecil.Apabila ada kompleks
yang terdiri dari orang-orang yang sesuku bangsa yang mempunyai kesamaan kultur
dan status ekonomi, maka kompleks ini atau clusters semacam ini disebut dengan
istilah ”natural areas”.
2. Sifat-Sifat Masyarakat Kota
Masyarakat kota adalah masyarakat yang anggota-anggotanya terdiri dari manusia yang bermacam-macam lapisan/ tingkatan hidup, pendidikan, kebudayaan dan lain-lain. Mayoritas penduduknya hidup berjenis-jenis usaha yang bersifat non-agraris.
2. Sifat-Sifat Masyarakat Kota
Masyarakat kota adalah masyarakat yang anggota-anggotanya terdiri dari manusia yang bermacam-macam lapisan/ tingkatan hidup, pendidikan, kebudayaan dan lain-lain. Mayoritas penduduknya hidup berjenis-jenis usaha yang bersifat non-agraris.
Masyarakat perkotaan (Metropolitan)
memiliki sifat-sifat yang tampak menonjol yaitu:
• Sikap kehidupan
Sikap kehidupan masyarakt kota cenderung pada individuisme/egoisme yaitu masing-masing anggota masyarakat berusaha sendiri-sendiri tanpa terikat oleh anggota masyarakt lainnya, hal mana menggambarkan corak hubungan yang terbatas, dimana setiap individu mempunyai otonomi jiwa atau kemerdekaan untuk melakukan apa yang mereka inginkan.
• Tingkah laku
Tingkah lakunya bergerak maju mempunyai sifat kreatif, radikal dan dinamis. Dari segi budaya masyarakat kota umumnya mempunyai tingkatan budaya yang lebih tinggi, karena kreativitas dan dinamikanya kehidupan kota lebih cepat menerima yang baru atau membuang sesuatu yang lama, lebih cepat mengadakan reaksi, lebih cepat menerima mode-mode dan kebiasaan-kebiasaan baru. Kedok peradaban yang diperolehnya ini dapat memberikan sesuatu perasaan harga diri yang lebih tinggi, jauh berbeda dengan seni budaya dalam masyarakat desa yang bersifat statis. Derajat kehidupan masyarakt kota beragam dengan corak sendiri-sendiri.
• Perwatakan
Perwatakannya cenderung pada sifat materialistis. Akibat dari sikap hidup yang egoism dan pandangan hidup yang radikal dan dinamis menyebabkan masyarakat kota lemah dalam segi religi, yang mana menimbulkan efek-efek negative yang berbentuk tindakan amoral, indisipliner, kurang memperhatikan tanggungjawab sosial.
Berdasarkan paparan diatas maka masyarakat kota memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
• Terdapat spesialisasi dari variasi pekerjaan.
• Penduduknya padat dan bersifat heterogen.
• Norma-norma yang berlaku tidak terlalu mengikat.
• Kurangnya kontrol sosial dari masyarakat karena sifat gotong royong mulai menurun.
• Sikap kehidupan
Sikap kehidupan masyarakt kota cenderung pada individuisme/egoisme yaitu masing-masing anggota masyarakat berusaha sendiri-sendiri tanpa terikat oleh anggota masyarakt lainnya, hal mana menggambarkan corak hubungan yang terbatas, dimana setiap individu mempunyai otonomi jiwa atau kemerdekaan untuk melakukan apa yang mereka inginkan.
• Tingkah laku
Tingkah lakunya bergerak maju mempunyai sifat kreatif, radikal dan dinamis. Dari segi budaya masyarakat kota umumnya mempunyai tingkatan budaya yang lebih tinggi, karena kreativitas dan dinamikanya kehidupan kota lebih cepat menerima yang baru atau membuang sesuatu yang lama, lebih cepat mengadakan reaksi, lebih cepat menerima mode-mode dan kebiasaan-kebiasaan baru. Kedok peradaban yang diperolehnya ini dapat memberikan sesuatu perasaan harga diri yang lebih tinggi, jauh berbeda dengan seni budaya dalam masyarakat desa yang bersifat statis. Derajat kehidupan masyarakt kota beragam dengan corak sendiri-sendiri.
• Perwatakan
Perwatakannya cenderung pada sifat materialistis. Akibat dari sikap hidup yang egoism dan pandangan hidup yang radikal dan dinamis menyebabkan masyarakat kota lemah dalam segi religi, yang mana menimbulkan efek-efek negative yang berbentuk tindakan amoral, indisipliner, kurang memperhatikan tanggungjawab sosial.
Berdasarkan paparan diatas maka masyarakat kota memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
• Terdapat spesialisasi dari variasi pekerjaan.
• Penduduknya padat dan bersifat heterogen.
• Norma-norma yang berlaku tidak terlalu mengikat.
• Kurangnya kontrol sosial dari masyarakat karena sifat gotong royong mulai menurun.
Pola
Komunikasi Masyarakat Perkotaan
Manusia sebagai individu
mempunyai kehidupan jiwa yang menyendiri, namun manusia sebagai makhluk sosial
tidak dapat dipisahkan dari masyarakat. Manusia lahir, hidup berkembang dan
meninggal di dalam masyarakat. Sebagai individu, manusia tidak dapat mencapai
segala sesuatu yang diinginkan dengan mudah. Hasrat untuk hidup bersama dan
memiliki pasangan hidup memang telah menjadi pembawaan manusia.
Aristoteles (384-322 SM), seorang ahli fikir Yunani,
menyatakan dalam ajarannya bahwa manusia itu adalah Zoon Politicon,
artinya bahwa manusia itu sebagai makhluk pada dasarnya selalu ingin bergaul
dan berkumpul dengan sesama manusia lainnya, jadi makhluk yang suka
bermasyarakat. Dan oleh karena sifatnya yang suka bergaul dengan sesama manusia
lainnya, maka manusia disebut manusia sosial.
Menurut Ralph
Linton, ahli antropologi dalam bukunya, “ The Study of Man”,
menyatakan bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup
lama hidup dan bekerjasama sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya
dan berpikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial tertentu.
Jadi, masyarakat itu terbentuk apabila ada dua orang atau
lebih hidup bersama, sehingga dalam pergaulan hidup itu timbul pelbagai
hubungan atau pertalian yang mengakibatkan bahwa yang seorang dan yang orang
lain saling kenal dan saling mempengaruhi.
Adapun yang menyebabkan manusia selalu hidup
bermasyarakat ialah antara lain dorongan kesatuan biologis yang terdapat dalam
naluri manusia, misalnya:
- Hasrat untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum.
- Hasrat
untuk membela diri
- Hasrat
untuk mengadakan keturunan
Tiap manusia mempunyai sifat, watak, dan kehendak
sendiri-sendiri. Namun dalam masyarakat, manusia mengadakan hubungan satu sama
lain, mengadakan kerjasama, tolong menolong, bantu membantu untuk memperoleh
kebutuhan hidupnya. Proses inilah yang kita kenal sebagai proses sosial. Proses
sosial dan pembentukan kelompok sosial dalam masyarakat melalui dua cara yaitu kontak sosial dan komunikasi. Proses sosial merupakan keseluruhan
kegiatan pertukaran fikiran, pertukaran dan modifikasi sistem nilai, yang
berbeda-beda untuk setiap masyarakat. Perbedaan ini disebabkan karena adanya
perbedaan watak masyarakat, perbedaan sistem perilaku, dari kelompok dan
situasi total masyarakat. Dengan demikian proses kontak sosial dan komunikasi
yang berlangsung didalamnya tidak akan terlepas dari sistem nilai yang dianut
masyarakatnya.
Dalam masyarakat perkotaan, misalnya kota-kota besar di
Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, dan lain sebagainya,
sistem nilai yang cenderung dianut adalah adanya sikap individualistis- elu
elu gue gue, urusan lu bukan urusan gue- dan semacamnya, yang mengantarkan
masyarakat perkotaan pada keadaan yang ”sunyi”. Tidak butuh orang lain.
Cenderung sendiri. Yang disebut keteraturan hidup adalah bila telah memiliki
rumah sebagai tempat tinggal untuk diri dan keluarga, rutinitas kerja setiap
hari, liburan di penghujung minggu, menerima uang pensiun di hari tua dan tidak
mengganggu kehidupan orang lain. Keselarasan hidup adalah bila dirinya dan
keluarga telah memiliki “tempat” di muka bumi ini. Lalu, bagaimana dengan
kehidupan sosial? Masyarakat yang menghuni kota-kota besar tersebut adalah
masyarakat yang multi kultural dengan kepentingan yang money oriented,
sehingga kehidupan sosial akan dijalankan sepanjang memiliki kontribusi berupa reward
untuk kelangsungan hidupnya. Individualis yang demikian kental di kalangan
masyarakat perkotaan mendorong mereka untuk acuh kepada sesamanya.
Dengan kondisi yang demikian, maka masyarakat perkotaan
membentuk pola komunikasi antar sesama. Secara sederhana, komunikasi diartikan
sebagai suatu proses yang mengoperkan lambang-lambang yang mengandung arti.
Dalam masyarakat perkotaan,komunikasi sendiri merupakan suatu proses sosial,
yaitu karena lambang-lambang yang diberi arti oleh individu, akan mempunyai
arti yang khusus untuk masyarakat yang bersangkutan.
Dengan demikian, karena suatu proses adalah “any connected
series of events”, dengan sendirinya, proses komunikasi sebagai suatu
proses sosial adalah a characteristic mode of manner in which related social
events may occur (Lambert dan Lambert dalam S.Susanto, 1980:19).
Melihat fenomena sekarang ini, di masyarakat perkotaan
yang cenderung selfish dan egoistis (baca individualisme), kebutuhan
komunikasi antar personal digantikan dengan kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan
biologis dalam artian hanyalah kebutuhan memenuhi sandang, pangan dan papan.
Padahal sebagai zoon politicon, manusia adalah makhluk sosial yang harus
berinteraksi dengan orang lain untuk melanjutkan keberlangsungan hidupnya.
Kebutuhan berkomunikasi antar pribadi tertuang melalui komunikasi secara verbal
(bahasa yang di gunakan) maupun non verbal (kinesik, okulesik, haptiks,
proksemik). Komunikasi yang baik sebenarnya dapat menjadi sarana atau media
untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Seperti yang dinyatakan oleh Kate Keenan
dalam bukunya The Management Guide to Communicating:
“people cannot help but communicate. It is fundamental
to human behaviour. communicating well keeps things moving. When
managing, it involves either requesting information or dispensing it, in one
form or another; or influencing others to understand and be willing to act upon
your wishes” (Keenan, 1996:5-6)
Menurut Clifford Morgan, pola komunikasi dalam masyarakat
sukar dinilai baik buruknya yaitu karena harus disesuaikan dengan norma
masyarakatnya sendiri sehingga mencerminkan kebutuhan masyarakatnya. Menurut
penelitian yang dilakukan olehnya, Morgan menemukan bahwa untuk masyarakat
perkotaan, memiliki pola komunikasi yang disebutnya sebagai pola Com-Con
(singkatan dari completely connected). Di dalam completely connected
structure terdapat pada umumnya orang-orang di dalamnya merasa terlibat dan
bebas, tidak tergantung dari orang lain.
Dalam hubungan ini, anggota masyarakat lebih bebas untuk
memilih dengan siapa mereka hendak berkomunikasi. Pola komunikasi yang
terbentuk pun hanyalah “seperlunya”. Bahkan kalau dirasa memang tidak perlu
tatap muka dapat digantikan oleh kecanggihan teknologi.
Efek Media Massa
Efek Media Massa
sebagai Objek Fisik
·
Donald
K. Robert: efek hanyalah perubahan perilaku manusia setelah diterpa pesan media
massa.
·
Stamm:
efek komunikasi massa terdiri atas:
1.
Primary
effect à terpaan, perhatian, dan
pemahaman
2. Secondary effect à perubahan kognitif dan konatif
·
Steven M
Chafee: efek media massa dapat dilihat dari tiga pendekatan;
1.
Efek
dari media massa yang berkaitan dengan pesan ataupun media itu sendiri
2. Dengan melihat jenis perubahan yang terjadi
pada diri khalayak komunikasi massa yang berupa perubahan sikap, perasaan, dan
perilaku
3. Observasi terhadap
khalayak yang dikenai efek komunikasi massa.
Efek Kehadiran Media Massa :
·
McLuhan:
medium is the message.
·
Steven
M. Chafee: lima jenis efek kehadiran media massa sebagai benda fisik;
a) Efek
Ekonomis
b) Efek Sosial
c) Efek pada penjadualan
kegiatan
d) Efek hilangnya perasaan
tidak nyaman
e) Sebagai penyaluran perasaan
tertentu
Efek Pesan Media Massa :
1) Efek Kognitif
2) Efek
Afektif
1) Suasana emosional
2) Skema
kognitif
3) Suasana
terpaan (setting of exposure)
4) Predisposisi
individual
5) Faktor
identifikasi
3) Efek Konatif
4) Secara
teoritis dampak pesan media massa biasanya hanya sampai pada tahap kognitif dan
afektif, tetapi ada beberapa kondisi yang menyebabkan dampak pesan media massa
sampai pada tahap konatif, antara lain;
1) Exposure
: jika sebagian besar khalayak telah ter-expose
oleh media massa
2) Kredibilitas : jika pesan mempunyai kredibilitas yang tinggi di
mata khalayaknya dalam arti kebenarannya dapat dipercaya
3) Konsonasi : jika isi informasi yang disampaikan oleh beberapa
media massa, baik materi, arah serta orientasinya maupun dalam hal waktu,
frekuensi, dan cara penyajiannya sama atau serupa.
4) Signifikasi : jika materi pesan media massa signifikan dalam
arti berkaitan secara langsung dengan kepentingan dan kebutuhan khalayak.
5) Sensitif : jika materi dan penyajian pesan media massa
menyentuh hal-hal yang sensitif.
6) Situasi kritis : jika ada ketidakstabilan struktural yang
menyebabkan masyarakat berada dalam situasi kritis.
7) Dukungan komunikasi
antarpribadi : jika informasi melalui
media massa menjadi topik pembicaraan, karena didukung oleh komunikasi antar
pribadi.
Faktor-faktor yang
Memengaruhi Efek :
Faktor Individu : selective attention,
selective perception, dan selective retention, motivasi dan
pengetahuan, kepercayaan, pendapat, nilai dan kebutuhan, pembujukan,
kepribadian, dan penyesuaian diri.
Faktor Sosial : umur dan jenis kelamin,
pendidikan dan latihan, pekerjaan dan pendapatan, agama, dan tempat tinggal.
Referensi :
Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi:
Teori, Paradigma dan diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta:
Prenada Media Group.
Liliweri, Aloysius. Tanpa Tahun. Bahan Kuliah
Sosiologi Media. Kupang: Fisip, Sosiologi.
Efendy, O. U., 1997. Ilmu Komunikasi, Teori
dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Bouman, P.J. 1965. Ilmu Masyarakat Umum. PT pembangunan. Jakarta.
Daldjoeni, N. 1982. Seluk Beluk Masyarakat Kota. Penerbit: Alumni.
Bandung.
Devito, Joseph,. A.
1997. Komunikasi Antarmanusia Edisi
Kelima,. Penerjemah, Agus Maulana. Jakarta, Profesional Books.
Fisher, B Aubrey,
1986. Teori-Teori Komunikasi.
Penerjemah Soejono Trimo. ML. Bandung. Remaja Rosdakarya
Harsojo. 1967. Pengantar
Antropologi. Penerbit: Binacipta. Jakarta.
Kartono, Kartini. 1988. Patologi Sosial. CV Rajawali. Jakarta.
Keenan Kate. 1996. The Management Guide to Communicating. Golden Books Centre SDN. BHD. Kuala Lumpur.
Littlejohn, Stephen
W & Foss. Theories of Human,
Communication, 8th. Belmont, California, Wadswoth.
Miller, Katherine. 2001. Communication Theories, perspective,
Processes and Contexts. A & M University Texas.
S. Susanto, Phil Astrid. 1980. Pengantar Sosiologi dan Perubahan Sosial. Binacipta. Jakarta.
Severin, Werner J,
Tankard, James W. 2005. Teori
Komunikasi, Sejarah,
Metode dan Terapan di Dalam Media Massa. Kencana. Jakarta.
Soekanto, Soerjono. 1977. Sosiologi Suatu Pengantar Cetakan Kelima. Yayasan Penerbit UI.
Jakarta.