Dikotakkatik [Video Editing][Photograph][News][Kuliah]: Teori 'Peluru' atau Jarum Hipodermik (Broadcast)

Pages

::[Copyrights]::

::[Let's Chekidot]::

Tuesday, July 10, 2012

Teori 'Peluru' atau Jarum Hipodermik (Broadcast)

Teori 'Peluru' atau Jarum Hipodermik



Pada umumnya khalayak dianggap hanya sekumpulan orang yang homogen dan mudah dipengaruhi. Sehingga, pesan-pesan yang disampaikan pada mereka akan selalu diterima. Fenomena tersebut melahirkan teori ilmu komunikasi yang dikenal dengan teori jarum suntik (Hypodermic Needle Theory). Teori ini menganggap media massa memiliki kemampuan penuh dalam mempengaruhi seseorang. Media massa sangat perkasa dengan efek yang langsung pada masyarakat. Khalayak dianggap pasif  terhadap pesan media yang disampaikan. Teori ini dikenal juga dengan teori peluru, bila komunikator dalam hal ini media massa menembakan peluru yakni pesan kepada khalayak, dengan mudah khalayak menerima pesan yang disampaikan media. Teori ini makin powerfull ketika siaran radio Orson Welles (1938) menyiarkan tentang invansi makhluk dari planet mars menyebabkan ribuan orang di Amerika Serikat panik.
Teori ini berkembang di sekitar tahun 1930 hingga 1940an. Teori ini mengasumsikan bahwa komunikator yakni media massa digambarkan lebih pintar dan juga lebih segalanya dari audience.
Teori ini memiliki banyak istilah lain. Biasa kita sebut Hypodermic needle (teori jarum suntik), Bullet Theory (teori peluru) transmition belt theory (teori sabuk transmisi). Dari beberapa istilah lain dari teori ini dapat kita tarik satu makna , yakni penyampaian pesannya hanya satu arah dan juga mempunyai efek yang sangat kuat terhadap komunikan.
Pengertian
Istilah model jarum hipodermik dalam komunikasi massa diartikan sebagai media massa yang dapat menimbulkan efek yang kuat, langsung, terarah,dan segera. Efek yang segera dan langsung itu sejalan dengan pengertian Stimulus-Respon yang mulai dikenal sejak penelitian dalam psikologi tahun 1930-an.
Model jarum suntik pada dasarnya adalah aliran satu tahap (one step flow), yaitu media massa langsung kepada khalayak sebagai mass audiance. Model ini mengasumsikan media massa secara langsung, cepat, dan mempunyai efek yang amat kuat atas mass audiance. Media massa ini sepadan dengan teori Stimulus-Response (S-R) yang mekanistis dan sering digunakan pada penelitian psikologi antara tahun 1930 dan 1940. Teori S-R mengajarkan, setiap stimulus akan menghasilkan respons secara spontan dan otomatis seperti gerak refleks. Seperti bila tangan kita terkena percikan api (S) maka secara spontan, otomatis dan reflektif kita akan menyentakkan tangan kita (R) sebagai tanggapan yang berupa gerakkan menghindar. Tanggapan di dalam contoh tersebut sangat mekanistis dan otomatis, tanpa menunggu perintah dari otak.
Teori peluru atau jarum hipodermik mengansumsikan bahwa media memiliki kekuatan yang sangat perkasa dan komunikan dianggap pasif atau tidak tahu apa-apa. Teori ini mengansumsikan bahwa seorang komunikator dapat menembakkan peluru komunikasi yang begitu ajaib kepada khalayak yang tidak berdaya (pasif).
Konseptualisasi. Model ini muncul selama dan setelah Perang Dunia I. Dalam bentuk eksperimen, penelitian dengan model ini dilakukan Hovland dkk, untuk meneliti pengaruh propaganda sekutu dalam mengubah sikap. Boleh dikatakan inilah model penelitian komunikasi yang paling tua (tetapi, anehnya sangat populer di Indonesia). Model ini mempunyai asumsi bahwa komponen-komponen komunikasi (komunikator, pesan, media) amat perkasa dalam mempengaruhi komunikasi. Disebut model jarum hipodermik karena dalam model ini dikesankan seakan-akan komunikasi “disuntikan” langsung ke dalam jiwa komunikan. Sebagaimana obat disimpan dan disebarkan dalam tubuh sehingga terjadi perubahan dalam sistem fisik, begitu pula pesan-pesan persuasif mengubah sistem psikologis. Model ini sering juga disebut “bullet theory” (teori peluru) karena komunikasn dianggap secara pasif menerima berondongan pesan-pesan komunikasi. Bila kita menggunakan komunikator yang tepat, psan yang baik, atau media yang benar, komunikan dapat diarahkan sekehendak kita. Karena behaviorisme sangat mempengaruhi model ini, Defleur menyebutnya sebagai “the mechanistic S-R theory” (Defleur, 1970).walaupun sejak tahun 1950-an model ini sudah ditinggalkan di kalangan peneliti komunikasi, pada masyarakat awam asumsi-asumsinya masih diyakini orang. Pemerintah-pemerintah ditaktor masih senang mengendalikan media massa, tokoh-tokoh agama masih melarang penyebaran buku, dan orang-orang tua masih kuatir akan pengaruh film pada anak-anaknya. Karena itu kita masih mencantumkan model ini.

Operasionalisasi. Model jarum hipodermik telah diungkapkan terutama sekali dalam penelitian-peneltian persuasi. Pada umumnya, model ini bersifat linier dan satu arah. Model-model komunikasi dari Hovland, Janis dan Kelley (1959), Berlo (1960), Grebner (1971) dapat digolongkan pada model jarum hipodermis walaupun dinyatakan dengan berbagai versi. Dari model-model tersebut diatas model ini dapat dilukiskan sebagai berikut:
Model Jarum Hipodermik
Model ini umumnya diterapkan dalam penelitian eksperimental. Peneliti memanipulasikan variabel-variabel komunikasi, kemudian mengukur variabel-varabel antara dan efek. Variabel-variabel komunikator ditunjukkan dengan kredibilitas, daya tarik dan kekuasaan.
Kredibilitas terdiri dari dua unsur: keahlian dan kejujuran. Keahlian diukur dengan sejauh mana komunikan menganggap komunikator mengetahui jawaban yang “benar”, sedangkan kejujuran dioperasionalisasikan sebagai persepsi komunikan tentang sejauh mana komunikator bersikap tidak memihak dalam menyampaikan pesannya. Daya tarik di ukur dengan kesamaan, familiaritas dan kesukaan. Kekuasaan (power) dioperasionalisasikan dengan tanggapan komunikan tentang kemampuan komunikator untuk menghukum atau memberi ganjaran (perceived control), kemampuan untuk memperhatikan apakah komunikan tunduk atau tidak (preceived concern), dan kemampuan untuk meneliti apakah komunikan tunduk atau tidak (preceived secrutiny).
Variabel pesan terdiri dari struktur pesan, gaya pesan, appeals pesan. Struktur pesan ditunjukkan dengan pola penyimpulan (tersirat atau tersurat), pola urutan argumentasi (mana yang lebih dahulu, argumentasi yang disenangi atau yang tidak disenangi), pola objektivitas (satu sisi atau dua sisi). Gaya pesan menunjukkan variasi linguistik dalam penyampaian pesan (perulangan, kemudahdimengertian, perbendaharaan kata). Appeals pesan mengacu pada motif-motif psikologis yang di kandung pesan (rasional-emosional, fear appeals, reward appeals).
Variabel media boleh berupa media elektronik (radio, televisi, video, taperecorder), media cetak (majalah, surat kabar, buletin), atau saluran interpersonal (ceramah, diskusi, kontak, dan sebagainya). Variabel antara ditunjukkan dengan perhatian dan pengertian (oleh McGuire disebut receptivity factor, 1968) serta penerimaan (diurai McGuire ke dalam yielding, retention, dan action). Dalam buku ini perhatian diukur dengan sejauh mana komunikan menyadari adanya pesan, pengertian diukur dengan sejauh mana komunikan memahami pesan; penerimaan dibatasi pada sejauh mana komunikan menyetujui gagasan yang dikemukakan komunikan.
Variabel efek diukur pada segi kognitif (perubahan pendapat, penambah pengetahuan, perubahan kepercayaan), segi afektif (sikap, perasaan, kesukaan), dan segi behavioral (perilaku atau kecenderungan perilaku).
Observasi. Disini akan kita tunjukkan beberapa penelitian yang menggunakan model jarum hipodermik. Kita akan mengambil satu studi eksperimental dan beberapa studi korelasional. Gilling dan Greenwald (lihat Tan, 1981:115) melakukan eksperimen untuk meneliti apakah khalayak menolak pesan persuasif atas dasar isi atau sumber (komunikator). Gilling dan Greenwald menggunakan tiga macam pesan: pesan pertama menentang penggunaan penisilin secara meluas, pesan kedua menentang pemeriksaan kesehatan setiap tahun, dan pesan ketiga mendukung penggunaan vitamin besar-besaran. Subjek ditempatkan secara random pada kondisi berkredibilitas tinggi (diberitakan bahwa sumber adalah “peneliti kedokteran” terkenal) dan kondisi berkredibilitas rendah (disebutkan bahwa komunikator adalah seorang “dukun” nature therapist) variabel tak bebas yang diukur adalah pendapat dan respon-respon kognitif. Pendapat diukur dengan skala respon 15 butir. Respon kognitif diukur dengan memberikan subjek 12 paragraf pendek., yang diambil dari psan yang disampaikan. Analisis respon kognitif menunjukkan bahwa sumber berkredibilitas tinggi menghasilkan 2 X lebih banyak respon yang setuju dari pada sumber berkredibilitas rendah (p ≤ 0,01). Pengukuran pendapat menunjukkan segera setelah terpaan komunikasi, respon setuju lebih banyak pada sumber yang berkredibilitas tinggi dari pada sumber berkredibilitas rendah.
Patterson dan McClure (Kraus dan Davis, 1980:100) meneliti pengaruh iklan politik pada perubahan sikap peneliti. Ingin diketahui efek kampanye pada sikap dan kepercayaan khalayak. Dilakukan 4 gelombang penelitian. Data dianalisis dengan tes-tes korelasional. Hasilnya menujukkan bahwa subjek yang tinggi terpaan televisinya berubah lebih banyak dari subjek yang rendah terpaan televisinya. Jadi ada korelasi antara terpaan televisi dengan perubahan sikap. Patterson dan McClure ada juga menyebut variabel-variabel lain yang mempengaruhi sikap. Prisuta meneliti Mass Media Exposure and Political Behavior (Kraus dan Davis, 1980:101). Dalam analisis data ia menggunakan koefisien korelasi dan chi kuadrat. Beberapa penemuan penelitiannya antara lain (1) terpaan surat kabar berkorelasi dengan variabel-variabel politik, (2) dibandingkan dengan media lain, surat kabar adalah satu0satunya media yang berkorelasi sangat signifikan dengan hasil pemilu.
Di Indonesia, John Abdjul (1979) melakukan penelitian tentang pengaruh televisi pada masyarakat Minahasa. Ia mengorelasikan terpaan televisi (television exposure) dengan pengetahuan tentang dan pertisipasi dalam program-program pembangunan. Abdjul hanya menemukan satu koefisien korelasi yang signifikan, yakni antara terpaan televisi dengan pengetahuan tentang penyuluhan pertanian.
Pada skripsi-skripsi dan penelitian mahasiswa Indonesia, model jarum hipodermik ini sudah diterapkan. Misalnya, penelitian pengaruh film “Si Unyil” pada perilaku anak-anak. Pengaruh siaran Bahasa Indonesia pada kemampuan Berbahasa Indonesia, pengaruh pemuka pendapat pada kemantapan KB para akseptor, dan sebagainya. Semua studi ini bertolak dari anggapan dasar bahwa komponen-komponen komunikasi menimbulkan efek pada diri komunikan.
Referensi :
- Wiryanto. 2000. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: PT. Grasindo.
- Rakhmat, Jalaluddin. 1984. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya).




Just Thanks For :

Semoga bermanfaat. . .  
Silahkan kunjungi blog Gallery Foto saya, dengan link dibawah ini :

Best Regard, 
Shandry Fadlyka